RSS

Selamat datang di blog saya. Blog ini berisi tentang artikel-artikel yang menurut saya menarik, lucu, romantis, unik & mungkin belum pernah kita ketahui sebelumnya. Selamat membaca.... ^_^

Obat Hati

Nabi Muhammad SAW bersabda :

1. Empat hal yang membuat Badan Sakit :

  • Terlalu banyak bicara
  • Terlalu banyak tidur
  • Terlalu banyak makan
  • Terlalu banyak bertemu orang

2. Empat hal yang merusak Tubuh :
  • Khawatir/Cemas
  • Kesedihan
  • Kelaparan
  • Tidur Larut Malam

3. Empat hal yang membuat Murung dan Kesedihan :
  • Bohong
  • Kurang ajar atau tidak hormat
  • Berdebat tanpa pengetahuan atau informasi yg memadai
  • Amoral atau melakukan sesuatu tanpa rasa takut

4. Empat hal yang meningkatkan Wajah Berseri dan Kebahagiaan :
  • Kesalehan
  • Loyalitas
  • Kedermawaan
  • Menolong sesama dengan Ikhlas

5. Empat hal yang memberhentikan Rezeki :
  • Tidur di pagi hari dari Sholat Subuh hingga Matahari Bersinar
  • Tidak melakukan Sholat / Berdoa secara teratur
  • Malas
  • Penghianatan atau Ketidakjujuran

6. Empat hal yang membawa Rezeki :
  • Berdoa di malam hari
  • Tobat
  • Beramal
  • Berdzikir

Nabi Muhammad SAW bersabda :
Hiasi Jiwamu dg Shalat, Zikir & Al-Quran karena Satu ayat Al-Quran pada Hari Akhir akan memberi Safaat.

Nabi Muhammad SAW juga bersabda :
Berhenti melakukan sesuatu saat Adzan bahkan membaca Al-Quran, orang yang berbicara selama Adzan tidak dapat mengatakan Dua Kalimat Syahadat di saat Kematiannya.

Baca doa ini untuk kehidupan yg lebih baik :
Allahumma inni ala zikrika wa syukrika wa husni ibadatika

Doa yg sangat kuat telah dikirim kepada anda.
Bayangkan jika 1000 orang membacanya hanya karena anda.
Subhanallah Jazakallah bi hoirin Amin.

Jika Susah, janganlah merasa Pilu.
Ada Allah tempat Mengadu.
Jika Gagal, janganlah berputus Asa.
Ada Allah tempat Meminta.
Jika Bahagia, janganlah jadi Lupa..
Karena hanya Allah lah tempat kita memuja untuk berucap syukur...

Semoga kita termasuk golongan orang yang pandai bersyukur...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sri Sultan Hamengku Buwono IX

 
Sepotong Sejarah Dari Yogya

Ada yang menarik dari perbincangan Andy F. Noya dengan Sultan Yogya. Pertama, menjadi jelas memang figur Sultan Yogya masih sangat kharismatis di mata orang Jawa, kedua Megawati dan capres lainnya akan punya lawan kuat dan ketiga memperlihatkan Yogya merupakan sebuah daerah inti pembentukan Republik Indonesia. Lalu ketika kita mengingat Yogya dan perjuangannya maka pandangan kita tak bisa dilepaskan pada Sultan Yogya ke sembilan. Raja terbesar Yogyakarta sepanjang sejarah kesultanan Yogyakarta sejak Perjanjian Giyanti 1755.

Sepanjang sejarahnya Yogyakarta lebih dikenal sebagai wilayah yang melahirkan pembangkang terhadap kekuasaan kolonial Hindia Belanda ketimbang pusat budaya. Berbeda dengan Mangkunegaran yang dimulai
dari kebesaran Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyowo di mana kemudian Mangkunegaran berubah menjadi wilayah tersendiri yang kaya raya dan banyak menghasilkan karya-karya sastra dan budaya. Puncak karya Mangkunegaran adalah pada masa Mangkunegoro IV dan Mangkunegoro VI dengan karyanya Wulangreh, Serat Kalathida dan banyak karya lainnya begitu juga dengan tari-tarian yang adiluhung. 

Sementara Kasunanan Solo mengalami puncak kejayaannya pada masa Pakubuwono X (sepuluh). Beliau merupakan Raja Jawa yang sering dibilang sebagai Ratu Wicaksono dan sangat kaya raya sekali karena menguasai jaringan perdagangan gula. 

Dibanding Kasunanan dan Mangkunegaran, wilayah Voorstenlanden Yogya seperti : Kasultanan dan Pakualaman tidak memiliki apa-apa. Sultan Yogya ke delapan malah terkenal sebagai Sultan yang senang pesta mewah. Gambar-gambar perjamuan makan Sultan Yogya VIII menunjukkan selera tinggi Sultan yang gemar menghambur-hamburkan uang. Tapi Sultan Yogya VIII ini punya putera yang luar biasa, dia bernama : Dorodjatun. Dorodjatun ini bukan putera dari Garwo Padmi (Permaisuri) tapi putera dari Garwo Ampilan (selir). Di usianya yang begitu muda Dorodjatun melihat ibunya separuh terusir dari Istana, dan tinggal di luar lingkungan Istana. Hal ini membekas di hatinya.

Dorodjatun di titipkan oleh Bapaknya ke keluarga Mulder, dididik dengan cara-cara Belanda, dengan begitu Dorodjatun tahu adat istiadat orang Belanda, dengan cara berpikir barat kelak dia mampu mempermainkan Belanda pada masa-masa perang Revolusi. Setelah dewasa Dorodjatun disekolahkan di Belanda disini dia mempunyai sahabat Puteri Juliana yang kelak menjadi Ratu Belanda. Puteri ini senang sekali dengan Dorodjatun karena sikapnya yang pendiam, sederhana namun pandai melucu. Kedua anak bangsawan ini-pun bersahabat, tapi ada rumor yang bilang kalau sang Puteri jatuh cinta dengan Dorodjatun. 

Di Belanda Dorodjatun juga sekelas dengan Hamid Algadrie, Nah Hamid ini kelak menjadi Sultan Hamid II, Raja Pontianak tokoh penting di balik BFO (Bijeenkomst voor Federale Overleeg) sebagai hasil kompromi terhadap Konferensi Meja Bundar. Bila dibaca dari buku `Tahta Untuk Rakyat’ terlihat sekali kedua Sultan ini merupakan rival. Bahkan Dorodjatun dengan sedikit sinis menceritakan bahwa Hamid Algadrie kecil pernah nangis ketika berkelahi dengan seorang perempuan. Hubungan kedua Sultan ini kelak di jaman Revolusi kurang begitu baik tapi mereka sering berhubungan karena desakan politik.

Sekitar akhir tahun 1930-an Sultan HB VIII memanggil anaknyaDorodjatun untuk pulang, mereka bertemu di Batavia tepatnya di Hotel Des Indes (Hotel ini kelak menjadi Pertokoan Duta Merlin). Di Hotel itulah Sultan menyerahkan tahtanya dan mangkat. Jadilah Dorodjatun menjadi Sultan HB IX. Tidak seperti Bangsawan-Bangsawan lain, Sultan HB IX dikenal sebagai seorang Sultan yang rendah hati, dia benar-benar bergabung dan membela rakyatnya ini menjadi cerita-cerita rakyat Yogya yang legendaris.

Sebelum dinobatkan menjadi Sultan sudah tahu kebiasaan pemerintahan Hindia Belanda selalu berunding dulu dengan calon Raja lewat Residennya. Biasanya perundingan ini untuk menodong konsesi-konsesi politik pada calon Raja baru, sebagai wilayah yang merdeka kekuasaan Sultan Yogya sangat terbatas dan selalu diawasi oleh Residen. Biasanya pada Sultan-Sultan terdahulu, perundingan berlangsung singkat, karena pendahulu Dorodjatun biasanya tak mau ambil pusing, apalagi setelah insiden Ontowiryo yang berbuah perang Diponegoro. Namun Dorodjatun tidak mau mengalah pada perundingan ini. Tapi pada suatu malam Dorodjatun mendengar suara “Sudah kamu tanda tangani saja, sedikit lagi Belanda pergi dari sini” Dorodjatun yakin bahwa itu suara nenek moyangnya. Dan paginya dengan hati ringan ia menandatangani pengajuan konsesi, toh Belanda sedikit lagi mau pergi. Hal itu membuat Residen Belanda
tercengang karena tanpa angin tanpa hujan Sang Pangeran Mahkota mau menandatangani pengajuan konsesi setelah selama berbulan-bulan menolak habis-habisan pengajuan dari Belanda. Lalu dinobatkanlah sang Sultan menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono, Senopati Ing Ngalogo, Abdurrahman Sayidin Panoto Gomo, Kalifatullah Ingkang Kaping Songo”. Di saat penobatan itu pula-lah Sri Sultan HB IX mengucapkan kata terkenalnya : ”Saya memang
berpendidikan barat tapi pertama-tama saya tetap orang Jawa”

Di pertengahan tahun 1945 orang-orang pergerakan di Jakarta sudah berhasil memasuki masa puncak kerjanya yaitu : Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dimana Bung Karno dan Bung Hatta menyatakan
kemerdekaannya. Namun tuntutan kemerdekaan politik itu oleh pihak Republikein secara de jure hanya daerah kekuasaan Belanda. Di luar kekuasaan Belanda kaum Republikein tidak berhak, sementara wilayah
kekuasaan Solo-Yogya disebut Voorstenlanden adalah daerah yang dipertuan oleh Sunan Solo, Mangkunegoro, Sultan Yogya dan Paku Alam dan bukan kekuasaan Hindia Belanda. Di puncak sejarah inilah nasib kedua wilayah menjadi sangat berbeda juga nasib kehidupan kraton-kratonnya kelak. Sunan Solo dan Mangkunegoro bimbang, bahkan separuh menolak bergabung dengan Republik Indonesia. Mereka takut bila bergabung dengan Republik kerajaan-kerajaan akan dilikuidir dan pemerintahan yang dikabarkan Sosialis itu menolak adanya bentuk feodalisme. Sementara Sultan Yogya dan Paku Alam dengan keyakinan bulat mendukung Republik Indonesia dan bergabung dengan Republik Indonesia. Penggabungan Sultan Yogya ini merupakan simbol bahwa Raja Jawa (Jawa adalah simbol dari pusatnya Nusantara) berdiri di belakang Sukarno-Hatta ini berarti dari sisi budaya kemerdekaan RI mendapatkan legitimasinya. Sunan Solo dan Mangkunegoro masih menolak dan ini berakibat fatal karena rakyat Solo keburu marah pada dua raja ini dan meledaklah Gerakan Swapraja dimana mereka menuntut Raja Solo dan
Mangkunegaran menyerahkan hak istimewanya ke Republik Indonesia sejak saat itulah Kasunanan Solo kehilangan wibawanya. Mangkunegaran masih agak terselamatkan karena kelak Suharto yang menjadi Presiden RI kedua menikahi kerabat jauh Mangkunegaran dan Keraton Mangkunegaran masih sedikit memiliki pamor.

Sultan Yogya meminta agar Sukarno-Hatta dan seluruh pemimpin Republik pindah ke Yogyakarta, dengan pertimbangan Belanda lewat NICA sudah membonceng Sekutu dan akan menjadikan Jakarta sebagai pusat
pertempuran. Dan memang betul perkiraan Sultan Garis Jakarta-Bandung merupakan pusat kekuatan militer NICA apalagi di Jakarta ada Batalyon X yang terkenal kejam. Di Yogya para penggede RI yang sesungguhnya miskin harta itu dibantu keuangannya oleh Sultan. Ibu Fatmawati dan Ibu Rahmi Hatta sering mendapat santunan dari Sultan Yogya, bahkan ada cerita bahwa Sultan itu kalau ngambil untuk bantuan kepada perjuangan Republik Indonesia tidak pernah ada hitungannya, ia raup semua (dengan menggunakan kedua tangan) keping-keping emas milik kas kesultanan tanpa perlu menghitung kembali dan setelah kondisi RI mapan Sultan sama sekali tidak menyinggung- nyinggung hal ini, dia selalu diam. Ini tidak seperti pemimpin-pemimpin lain yang gembar gembor perjuangannya termasuk berbohong untuk melambungkan peran perjuangannya, seperti apa yang dilakukan oleh Suharto.

Berbicara tentang Sultan HB IX tak lengkap rasanya bila tidak menyinggung kejadian `Janur Kuning’. Kejadian Janur Kuning bermula dari serangan besar-besaran militer Belanda tanggal 18 Desember 1948.
Belanda berhasil menerjunkan ribuan orang ke Maguwo Yogya tanpa perlawanan berarti kecuali dari taruna-taruna AURI di bawah komando Kasmiran. Penyerbuan ke Yogya pada waktu sangat mendadak pasukan penerjun payung kebanyakan KNIL orang Ambon dan Kupang dalam pertempuran di Maguwon itu 40 orang anak buah Kasmiran tewas ditempat. Saat itu sedang berlangsung perundingan antara pihak RI dengan Belanda di daerah Kaliurang. AH Nasution juga sedang berada di Yogya dan terlibat perundingan namun tiba-tiba Belanda melakukan sebuah keputusan nekat menyerang Yogyakarta. Prakarsa ini melawan kehendak Van Mook dan diputuskan oleh Dr.Beel Perdana Menteri Belanda dari garis keras, Van Mook sendiri lebih menginginkan langkah kooptasi dengan membentuk pemerintahan- pemerintahan boneka yang mengepung Jawa, tapi karena Belanda baru saja dapat bantuan dari proyek Marshall Plan uangnya digunakan untuk membiayai perang.

Serangan Belanda ke Maguwo mengikuti metode pasukan Jerman saat menduduki Nederland tanggal 10 Mei 1941. Menggunakan taktik penerjunan payung. Dengan langsung terjun payung, maka pasukan Belanda bisa langsung berada di garis belakang musuh tanpa melewati barikade-barikade militer yang ada di sekeliling Yogya terutama jalur Semarang-Yogya atau Purwekerto-Yogya. Pimpinan serangan umum Belanda ada ditangan Jenderal Spoor, yang dulu merupakan anak buah dan didikan Letjen Oerip Soemohardjo semasa di KNIL. Untuk pasukan dalam kota diserahkan kepada Kolonel Van Langen Komandan Brigade T.

Serangan berjalan lancar pertahanan dari pihak republik sama sekali tidak ada. Bahkan beberapa penduduk saat melihat pesawat-pesawat tempur jenis cureng di udara dan tank sherman mulai masuk kota, rakyat malah takjub dikiranya TNI sedang latihan perang-perangan. Beberapa di antaranya berteriak kegirangan karena bangga melihat pesawat-pesawat canggih terbang di atas kota dan mereka kira itu pesawat milik TNI AU. Memang sebelum serangan dimulai AH Nasution dan Bambang Sugeng Komandan Divisi Djawa Tengah sudah mengabarkan bahwa TNI akan melakukan latihan perang-perangan untuk mengantisipasi serangan Belanda. Namun belum latihan ternyata TNI sudah kedahuluan anak buah Jenderal Spoor.

Jenderal Sudirman yang tahu kota Yogya sudah terkepung buru-buru menghadap Bung Karno dan penggede-penggede Republik yang sedang rapat di Gedung Agung (Istana Negara) membahas serbuan Belanda. Jenderal Sudirman disuruh mengunggu di luar, sebentar Bung Karno menemui Sudirman dan mengatakan “Saya akan menyerahkan diri” Sudirman kecewa akan keputusan Bung Karno, dia balik bertanya “Bung tak mau bergerilya dengan saya di hutan-hutan? ” Bung Karno diam sejenak lalu tangannya memegang hidungnya, sejenak matanya berkedip-kedip “Dirman, kau tahu saya akan merasa terhina bila saya nanti tertangkap Belanda di kampung-kampung tengah hutan sebagai pelarian. Apalagi bila saya terbunuh, lebih baik saya ditangkap dengan cara terhormat dengan ini berarti dunia Internasional masih memperhatikan saya,…sekarang kamu pulanglah dulu..kamu sedang sakit, lebih baik beristirahatlah”

Sudirman kecewa bukan main terhadap jawaban Bung Karno sebelumnya ia juga sudah kecewa dengan sikap pemerintah yang didominasi kelompok Sjahrir yang masih suka berunding dengan Belanda. Sudirman lebih bersimpati pada kekuatan militer yang terpengaruh Tan Malaka ketimbang TNI pro Hatta atau Sjahrir. Tapi dia sungkan dengan Bung Karno. Akhirnya Sudirman pulang dengan hati mangkel.

Sudirman berjalan bersama ajudannya ke rumahnya. Sudah dua bulan dia terbaring sakit, dan baru kali ini dia bisa bangun dan keluar rumah setelah mendengar beberapa kali bunyi bom. Di rumah Sudirman lalu tidur di kamarnya. Paru-parunya tinggal satu, yang satunya lagi juga sudah menghitam terpengaruh penyakit. Badannya kurus kering. Saat ia terbaring beberapa perwira TNI mengunjunginya termasuk Kolonel Bambang Sugeng. “Saya tidak mau menyerah dengan Belanda” kata Jenderal Sudirman.
`Ya, Pak kita juga tidak akan menyerah, tapi Belanda sudah mengepung Yogya” kata Kapten Tjokropranolo ajudan Jenderal Sudirman. 
“Tjokro ambilkan aku jas dan blangkon di laci, minta pada Ibu…”
“Lho, Bapak mau kemana?”
“Saya akan menyingkir ke hutan-hutan saya tidak mau ditangkap Belanda”
“Tapi Bapak masih sakit”
“Anak-anakku masih banyak bergerilya di dalam hutan, masak aku mau nyerah begitu saja”
“Baiklah Pak nanti Bapak ditandu saja dengan kursi kayu di depan”
“Baiklah”

Sidang darurat di tengah agresi militer Belanda berlangsung cepat. Diputuskan pemerintahan akan di over ke Bukittinggi kebetulan di sana ada Menteri Kemakmuran Sjarifudin Prawiranegara dan beberapa pemimpin
Republik lapis tengah sedang bertugas di Bukittinggi. Termasuk beberapa perwira yang ada di Sumatera seperti Kolonel Hidayat yang menjabat Panglima Komandan Sumatera (ajudan Kol. Hidayat ini Kapten
Islam Salim -anak Agus Salim-), Kolonel Nazir diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Laut PDRI juga Kolonel Hubertus Soejono menjadi KSAU (kelak di tubuh AURI terjadi perpecahan karena belum terselesaikannya masalah penyerahan KSAU PDRI ke KSAU RI karena Suryadarma masih menganggap dia sebagai KSAU resmi, Suryadarma juga ikut ditangkap pada penyerbuan Belanda 28 Desember 1948 dan dibuang ke Bangka). Bung Hatta juga memerintahkan agar dibangun sebanyak mungkin zender (jaringan pengirim) radio untuk dijadikan kekuatan penekan bagi Palar di PBB. Setelah selesai Bung Karno keluar ruangan dan mendengar suara bom terus berjatuhan, sementara Sri Sultan HB IX berjalan di belakangnya. 
Bung Karno menoleh kepada Sultan. “Bung Sultan bagaimana dengan Bung, apa Bung yakin aman disini?” 
Dengan tersenyum Sri Sultan berkata “Bung Karno tidak usah mengkhawatirken saya, Belanda
tidak akan berani masuk Keraton, nanti biar para perwira-perwira TNI bersembunyi di dalam Keraton menyamar jadi abdi dalem”
“Kalau begitu saya akan tunggu itu Van Langen tangkap saya…sementara Bung Sultan tetap di Yogya”
“Ya saya kira begitu” Sri Sultan tersenyum. 
Sultan tahu Van Langen tidak akan berani menangkap dirinya, karena Sri Ratu Belanda sudah berpesan pada tentara Belanda jangan mengutak-atik kawannya Sri Sultan HB IX.

Sementara bom terus berjatuhan dari pesawat Mitchell dan deru pesawat tempur terus menerus terdengar. Beberapa kali ledakan bom terdengar di belakang Istana. Setelah Bung Karno selesai berbincang-bincang
dengan Sri Sultan ia melihat Sjahrir berjalan santai ke arah kamarnya. 
“Sjahrir kamu mau kemana” 
Sjahrir kaget menoleh ke arah Bung Karno. 
“Saya lapar Bung…mau makan dari siang belum makan ini”
Bung Karno tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala.

Di tengah bom yang terus berjatuhan Sjahrir tetap dengan tenang makan nasi dan lauk pauknya. Saat ditanya salah seorang asisten kenapa dia tidak khawatir dengan bom yang terus berjatuhan, dengan enteng
Sjahrir menjawab dalam bahasa Belanda “Soal mati nantilah, yang penting aku makan dulu…”

Menjelang sore hari tanggal 19 Desember 1948 Istana Agung ditembaki oleh pasukan khusus Belanda, beberapa bom berjatuhan. Menyadari serbuan Belanda sudah tidak bisa ditahan oleh pasukan pengawal Istana. Bung Karno meminta pada Sjahrir untuk menyuruh orang membawa bendera putih pertanda bahwa orang-orang Istana menyerah. Sri Sultan HB IX berada di Siti Hinggil dia tidak mau terlihat bersama dengan
penggede Republik agar jangan ditangkap dan secara tersirat berpesan pada Belanda urusan Keraton dengan Republik sama sekali dia tidak tahu menahu. Ini memang strategi Sultan agar dia tidak bentrok dengan Belanda di awal penyerbuan. Sri Sultan paham pesan Bung Karno untuk tetap di Yogya, karena sesungguhnya kunci kemenangan itu diletakkan pada Sri Sultan bukan pemerintahan Darurat PDRI di Bukittinggi. Biarpun pemimpin Republik semua pergi, tapi masih ada pemimpin Republik yang punya kekuasaan di Yogyakarta, yaitu : Sri Sultan HB IX, di mana di mata Belanda sikap Sultan masih bisa dirubah dengan bujuk rayu dan Sultan hanyalah Republikein terselubung, hal yang tidak disadari Belanda bahwa sejak bulan September 1945 Yogyakarta sudah menyatakan bergabung dengan RI ini berarti kedudukan Sri Sultan HB IX di bawah Presiden RI bukan lagi netral seperti perkiraan Belanda.

Seorang Kapten Belanda masuk ke dalam gedong agung dan menghadap Bung Karno. “Tuan akan segera kami tangkap” Bung Karno tersenyum dan berkata singkat “Ya, kami sudah tahu…” mata Bung Karno melihat ke arah Perdana Menteri Hatta, Sjahrir, KSAU Suryadarma dan beberapa menteri lainnya. Lalu dia berkata pada kabinet Hatta itu “Ayo kita berangkat” Lalu Bung Karno dengan menenteng jas dan kopernya dibawa seorang serdadu Belanda menumpang sebuah jeep dibawa ke Maguwo untuk bertemu dengan Kolonel Van Langen, Komandan Brigade T.
“Saya harus diperlakukan sebagai Presiden Republik Indonesia, apa yang anda lakukan sudah menyalahi hukum perang..” kata Bung Karno dengan suara tegas pada Kolonel Van Langen. Kolonel Van Langen yang dari tadi duduk kemudian berdiri dan berjalan ke mejanya, ia mengambil sebuah surat dari atasannya. “Ini bacalah, Tuan” 
Bung Karno mengambil kertas itu lalu membaca singkat. “Saya bukan bagian dari negara Tuan, negeri kami sudah merdeka…dan saya adalah Presiden Republik Indonesia, saya tidak mau kalian tangkap seperti penjahat” 
Kolonel Van Langen agak gusar dengan jawaban Bung Karno tapi dia juga tidak tahu status Bung Karno dalam penangkapan ini apa.
Dia berjalan keluar ruangan kerjanya dan menyuruh anak buahnya menghubungi Jenderal Spoor. “Ya, ada apa Kolonel?”
“Jenderal, Tuan Sukarno minta kejelasan status”
“Ya, dia tawanan perang” Jawab Spoor singkat.
“Status tawanan apa?” tanya Van Langen.
“Presiden Republik Indonesia… biar saja, toh nanti akan segera kita likuidir Republik itu”
“Ya kalau begitu baiklah….” Kolonel Van Langen melangkah ke dalam dan menemui Bung Karno. “Tuan anda kami tawan sebagai Presiden Republik Indonesia”
Bung Karno tersenyum lebar. “Baiklah tapi ingat Kolonel kalian punya pemerintahan sudah bikin kesalahan fatal” wajah Van Langen meringis lalu berkata pelan “Saya tidak tahu politik Tuan, saya hanya tahu perang” Bung Karno tertawa. “Lalu kemana kami akan kalian bawa”
“Tuan akan kami putuskan setelah Tuan berada dalam pesawat, saya juga tidak tahu dimana Tuan akan kami bawa” Wajah Bung Karno tiba-tiba muram ia takut Belanda main curang dengan mentorpedo pesawatnya, tapi ia menenangkan diri Belanda lebih sportif daripada Jepang. 
“Tuan Sukarno besok Pagi Jenderal Mayoor Meijer akan datang menemui Tuan”
Bung Karno membenarkan letak duduknya “Jaantje Meijer sudah jadi Jenderal?”
“Ya Tuan… Jenderal Mayoor” Jawab Van Langen singkat. Bung Karno tahu Jaantje masih berpangkat Kolonel saat penyerbuan pasukan Belanda ke arah selatan Jawa dan sekitar Gunung Slamet.

Paginya Jenderal Mayoor Meijer datang ke ruang tahanan Bung Karno. Dengan berpakaian rapi dia menyapa sopan Bung Karno. 
“Goeden Morgen, Tuan Sukarno apa kabar?” 
Bung Karno berdiri menyambut Meijer. “Baik Tuan Meijer, saya masih Presiden Republik Indonesia” Meijer tertawa dan mengajak Bung Karno bicara. ” Dengan serangan ini berarti pemerintahan Republik Indonesia sudah tidak ada lagi”
Bung Karno bungkem dia menahan marah mendengar kata-kata Meijer. 
“Tuan Sukarno saya harap pasukan-pasukan liar ekstremis menghentikan perlawanannya” 
Bung Karno semakin kesal mendengar ucapan Meijer. Akhirnya Bung Karno bicara setelah mendengar Meijer bicara panjang lebar tentang kemungkinan-kemungkinan masa depan. 
“Dengar Tuan Meijer saya tidak akan tunduk dengan siapapun, Pasukanmu mungkin berhasil menguasai Yogyakarta tapi pasukan-pasukan liar yang Tuan sebut tadi, akan merebutnya kembali…Kami bukan orang yang gampang menyerah”
“Terserah Tuan tapi Tuan kami akan segera tawan di luar Jawa”
“Saya tidak takut”

Meijer menyalami Bung Karno dan pamit keluar. Dua hari kemudian Bung Karno dan rombongan dibawa ke Brastagi. Lalu mereka di pindahkan ke tepi danau Toba. Di danau Toba segerombolan pemuda Republik nekat mau membebaskan Bung Karno cs namun keburu ketahuan Belanda, mereka kemudian diberondong peluru dan tewas semua. Di Prapat ini juga Bung Karno mendengar bahwa dia mau di eksekusi mati. Hati Bung Karno gelisah bukan main saat mendengar desas desus dia mau dieksekusi dari salah seorang pelayan yang nangis-nangis karena mendengar kabar dari seorang serdadu Belanda Bung Karno mau dieksekusi. Bung Karno berjalan ke kamarnya dan membuka Al Qur’an dengan sembarang lalu menemukan sebuah ayat yang berbunyi : Mati Hidup manusia di tangan Allah SWT. Setelah itu hati Bung Karno tenang. Tak lama kemudian Bung Karno dipindahkan ke Bangka.

Sementara di Yogyakarta Sri Sultan HB IX terus menerus mendapat tekanan dari pihak Belanda. Beberapa intel Belanda melaporkan Sri Sultan HB IX terbukti menjalin kerjasama dengan beberapa perwira TNI juga menyembunyikan mereka di dalam Kraton. Sri Sultan menolak tuduhan Belanda dan meminta agar Belanda memeriksa sendiri saja ke dalam Keraton. Tapi bila pasukan Belanda berani masuk ke Keraton dia akan protes kepada kawan kecilnya yang sudah jadi Ratu Belanda, Juliana.

Kemudian datanglah Pro-Kontra itu yang menjadi perang sejarah sampai saat ini belum selesai. Yaitu Serangan Umum 1 Maret 1949. Untuk itu mari kita baca dulu dari versi Sri Sultan HB IX. Setelah penangkapan Belanda terhadap pemimpin-pemimpin Republik Indonesia, PBB mengalami kegemparan. Nehru, Perdana Menteri India menuding Belanda sudah melakukan perbuatan biadab tak tahu malu. Kemarahan Nehru ini didukung oleh anggota-anggota PBB lainnya. Yang paling galak adalah Australia, Australia meminta Belanda mematuhi etika hukum Internasional karena sudah berulang kali Belanda berunding dengan pihak Indonesia baik melalui pihak ketiga atau Komisi Tiga Negara dan Komite Jasa Baik dengan begitu Belanda mengakui eksistensi negara RI, sementara penyerbuan kemarin itu dinyatakan Belanda sebagai aksi Polisionil dengan menyamakan agresi militer dengan aksi polisionil berarti Belanda secara tidak langsung sudah menyatakan Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Amerika Serikat sendiri lewat delegasinya mendesak Belanda mengadakan perundingan dengan pihak Indonesia seraya mengancam bila kelakukan Belanda tidak berubah maka dompet bantuan Amerika terhadap Belanda tidak akan terbuka lagi. 
“Belanda harus mematuhi peraturan-peraturan Internasional dan mengikuti cara-cara penyelesaian konflik yang terhormat”
 Belanda yang merasa terpojok dengan desakan negara-negara anggota PBB berteriak lantang “Republik Indonesia tidak ada lagi, buktinya sama sekali tidak ada perlawanan dari pihak kaum RI ketika pemimpin-pemimpinnya kami tangkap”

Sri Sultan mendengarkan perdebatan-perdebat an PBB ini baik-baik dari siaran BBC, ia mengambil kesimpulan bahwa harus diadakan serangan militer besar-besaran yang dapat membuktikan anggapan Belanda itu salah. Ia duduk terdiam dan berpikir apa bisa militer melakukan serangan terkonsolidasi. Sri Sultan HB IX meminta pendapat kakaknya Pangeran Prabuningrat apakah bisa militer dikonsolidasikan untuk melakukan serangan yang sedang ia pikirkan. Pangeran Prabuningrat mengusulkan agar Sultan memanggil salah seorang perwira TNI yang masih ada di sekitar Yogya. “Siapa, Latief Hendraningrat sedang di luar kota”
“Itu Komandan Wehrkreiss III, yang orangnya pendiam masih di sekitar Yogyakarta?”
“Yang mana?” tanya balik Prabuningrat.
“Itu lho yang berhasil rebut tangsi senjata Jepang di Kotabaru”
“Oh, Overste Suharto”
“Ya, Suharto…suruh orang Keraton hubungi dia untuk datang kesini, menyamar jadi Abdi Dalem Keraton saja”
“Baiklah” kata Prabuningrat.
Suharto datang diam-diam ke Keraton Yogya dengan menyamar menjadi Abdi Dalem (kisah Suharto menyamar menjadi Abdi Dalem ini sempat difilm-kan oleh Usmar Ismail di tahun 1950 dan masih versi Orisinil jauh dari kesan menjilat). 
Suharto dibawa Marsoedi sebagai perwira penghubung antara Suharto dengan Sri Sultan ke ruang khusus Sri Sultan untuk membicarakan kemungkinan serangan besar-besaran di Yogyakarta. Kejadian itu berlangsung tanggal 14 Februari 1949.
“Mas Harto duduklah” Jawab Sultan dengan bahasa Jawa halus.
“Baik Kanjeng Sinuwun” Jawab Letkol Suharto dengan menggunakan bahasa Jawa Tinggi yang biasa dibahasakan seorang hamba pada Paduka Rajanya.
“Mas Harto akhir-akhir ini keamanan kota Yogya tidak stabil bagaimana kamu bisa membereskannya supaya tidak ada lagi penjarahan-penjarahan di toko-toko dan perampokan-perampokan yang kabarnya juga menggunakan senjata, Belanda sendiri kewalahan terhadap aksi liar para perampok itu”
“Bisa Kanjeng Sinuwun, saya usahaken agar perampokan itu tidak ada lagi..”

Sri Sultan melihat ke arah radio dan kemudian matanya menerawang dalam-dalam. Ia tahu sedang diamat-amati intel Belanda namun penilaian Belanda sama sekali salah, ia diperkirakan akan memperjuangkan Yogya sebagai daerah otonom di bawah Belanda atau diam-diam ingin menjadi Presiden Republik Indonesia. Padahal apa yang dilakukan Sultan adalah bentuk pengabdian Raja Jawa terhadap kehendak sejarah. Dan Belanda kurang paham terhadap bentuk pengabdian ini. Sri Sultan betul-betul ingin mengabdi pada Republik Indonesia bukan mengejar ambisinya. Tangan kanan Sri Sultan memegang dagu-nya yang agak lancip itu lalu dia berkata pelan pada Letkol Suharto.
“Mas Harto apa bisa dilakukan serangan besar-besaran ke Yogyakarta?”
“Maksud Sinuwun?” Suharto balik bertanya.
“Serangan pendadakan agar Belanda tahu Republik masih ada”
“Hmmm…saya usahaken”
“Berapa pasukan yang kamu punya?”
“Kalau dihitung-hitung yang bisa saya kerahkan dari SubWehrkreis saya sekitar dua ribu orang”
“Hmmm…dua ribu cukup”
“Memang Sinuwun mau merencanakan apa?”
“Saya menginginkan agar TNI bisa masuk ke dalam kota dan merebut semua tempat yang dikuasai Belanda terutama gudang senjata yang ada di Pabrik Waston itu, juga beberapa titik penting seperti Stasiun Kereta Api, Jalan Malioboro dan Benteng Vredenburg”
Suharto terdiam sejenak dia berpikir dalam-dalam. Suharto adalah ahli strategi dia tidak akan mengambil keputusan bila keputusan itu tidak akan ia menangkan. Ia bukan tipe pengambil spekulasi yang untung-untungan ia harus paham situasi. Namun yang dihadapinya adalah Sri Sultan, Rajanya. Ia juga berpikir bahwa inti kekuatan pasukan Belanda adalah KNIL pribumi kebanyakan dari Ambon, yang juga agak tak yakin dengan Belanda, bagaimanapun orang-orang pribumi itu dalam hatinya memihak Republik. Yang ditakutkan Suharto justru pasukan Marinir Belanda yang sudah dididik di Virginia Amerika.
“Berapa jam yang dibutuhkan pasukan bantuan Belanda dari luar Yogya terutama yang di Semarang itu bisa tiba ke Yogya?”
“empat jam mungkin mereka akan sampai ke Yogya dan langsung membantu pertempuran”
“Kamu bisa kuasai Yogya selama enam Jam, Mas Harto?”
“Bisa Sinuwun”
“Kamu sanggup?”
“Sanggup sinuwun”
“Sekarang laksanakan” Sri Sultan adalah Menteri Pertahanan pada kabinet Hatta dia mengerti problem-problem kekuatan angkatan perang kita. Dan dengan strategi perebutan kota Yogyakarta diharapkan LN
Palar wakil Indonesia di luar negeri punya dukungan fakta bahwa Indonesia masih ada.

Suharto mengkonsolidasi pasukannya. Harto merasa senang karena pasukan-pasukannya masih utuh. Apalagi ada pasukan Pesindo eks pelarian peristiwa Madiun dibawah pimpinan Kapten Latief yang terkenal berani (Kapten Latief ini kelak tersangkut perkara G 30 S saat peristiwa terjadi dia berpangkat Kolonel dan menjabat Komandan Brigade Infanteri Kodam V Jaya). Di samping itu ada pasukan dari Pramoedji yang ada di Godean, Marsoedi dan Amir Moertono. Pemuda-pemuda Pakuningratan no.60 juga siap membantu mereka ini tergabung dalam Pesindo dan dididik oleh jago Sosialis Djohan Sjahroezah, Letkol Suharto jaman awal kemerdekaan sering juga ke Pathook disitu, juga ada Sjam Kamaruzaman, seorang polisi yang juga kemudian menjadi intel dan banyak tahu perkembangan politik (pada peristiwa G 30 S, Sjam mengambil peranan penting dan dianggap missing link dari rangkaian kejadian di Lubang Buaya pada pagi dini hari 1 Oktober 1965). Di Pathook-lah nama Suharto mulai mengorbit dia diperintahkan oleh pemerintah Republik untuk melakukan serangan militer ke gudang senjata di Kotabaru, tanggal 7 Oktober 1945. Kapten Suharto -yang juga jebolan sekolah KNIL di Bogor- memimpin serangan ke Kotabaru dan sukses besar. Inilah yang kemudian mendukung kelancaran karir Suharto sampai ia diangkat menjadi komandan pasukan pengamanan kota Yogyakarta, di mana dia banyak berjumpa dengan penggede-penggede Republik yang baru saja hijrah dari Jakarta ke Yogya. Pada penangkapan Jenderal Sudharsono yang menentang pemerintahan kabinet Sjahrir dan bersimpati pada Tan Malaka, Suharto yang mengatur dan ini
membuat Presiden Sukarno menyenangi perwira yang sering disebutnya `Koppeg’ ini.

Sejak usainya geger Madiun 1948 yang dilanjutkan dengan langkah-langkah reorganisasi di tubuh tentara termasuk Divisi Diponegoro. Suharto sendiri memimpin Brigade III yang terkenal sebagai `Brigade Suharto’. Salah satu tugas penting Brigade III ini adalah mengamankan kota Yogyakarta, Suharto sebagai komandan Brigade menugaskan dua dari empat Batalionnya sebagai pasukan kota Yogyakarta. Unsur-unsur Batalion pengaman Yogyakarta terdiri dari taruna-taruna Akmil, unsur-unsur Angkatan Darat dan Angkatan Laut, Polisi Militer dan sejumlah sisa laskar Brigade Martono yang sudah di demobilisasi. Sementara pasukan di bawah Sudarmo dan Sruhardoyo ditempatkan di Bagelen, pasukan ini berperan penting nantinya pada serangan umum 1 Maret 1949. Namun sesaat sesudah agresi militer Belanda akhir tahun Desember 1948 Divisi III Diponegoro dirombak lagi oleh Panglimanya Kolonel Bambang Sugeng, Letkol Suharto sendiri kebagian tanggung jawab menjadi Komandan Wehrkreis (WK) III yang membawahi enam SWK (Subwehrkreis) : Satu bertanggung jawab untuk wilayah sekitar kota, dua untuk wilayah sekitar Bantul, dua untuk wilayah Sleman dan satu lagi bertanggung jawab atas daerah Wonosari dan Maguwo. Suharto sendiri mendirikan markasnya berpindah-pindah namun dia sering terlihat di sekitar pegunungan Menoreh Bantul. Kolonel TB Simatupang pernah mengunjungi markasnya di Gamping dekat perbatasan barat kota.

Lemahnya pertahanan kota Yogyakarta bukan tidak menimbulkan protes. Rakyat banyak kecewa karena lemahnya pertahanan kota Yogya oleh pasukan TNI dan tudingan ini diarahkan pada komandan kota Yogya, Suharto. Letkol Abdul Latief Hendraningrat komandan pasukan pengawal Kepresidenan (seorang pengerek bendera merah putih pada proklamasi 17 Agustus 1945) sendiri terbengong-bengong melihat sama sekali tidak adanya pasukan yang membangun barikade di sekitar Malioboro pada saat penyerbuan pasukan Belanda. Letkol Latief dengan mengendarai jeepnya ke rumah Jenderal Sudirman dan ikut Jenderal Sudirman mengungsi keluar kota setelah tahu keputusan Presiden Sukarno untuk menyerahkan diri pada pasukan Belanda. Kepada perwira-perwira di dalam rumah Jenderal Sudirman Latief menanyakan “Dimana pasukan-pasukan Yogya, mana Suharto?”.

AH Nasution pun jengkel atas kelambanan pasukan dalam kota Yogya. Di kemudian hari pada tahun 1990 dalam wawancaranya dengan wartawan asing ia mengkritik Suharto terlalu lamban dan tidak bisa cepat melakukan antisipasi terhadap serangan mendadak Belanda atas kota Yogya. AH Nasution membangun markasnya di sekitar Prambanan, namun ia tidak bisa melakukan koordinasi terhadap pasukan-pasukan di sekitar Jawa Tengah, inisiatif tempur diserahkan pada komandan unit masing-masing. Dan memang sepanjang awal tahun 1949 serangan-serangan ke dalam kota Yogyakarta terus dilancarkan namun serangan ini banyak dari pasukan KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi) di mana Kahar Muzakar komandan Brigade XVI yang terkenal nekat sering melakukan gempuran-gempuran ke dalam kota Yogya. Tercatat sepanjang bulan Januari-Februari Pasukan Brigade T Belanda tewas 157 orang dan 194 terluka parah.

Disamping menerima Suharto, Sri Sultan terus mengatur gerakan bawah tanah, termasuk membongkar penutup-penutup besi gorong-gorong kota yang sudah di las Belanda kobang-lobang gorong kota digunakan untuk jalur penyusupan dadakan pada saat perang besar yang sudah direncanakan. Sri Sultan juga mengatur pengiriman senjata kepada pasukan-pasukan Republik, beberapa senjata selundupan berhasil masuk ke dalam kota. Sesungguhnya sejak pengungsian Jenderal Sudirman ke pedalaman Jawa Tengah, masih banyak tentara republik yang berkeliaran di dalam kota, mereka menunggu saat yang tepat untuk menyerang. Dan perintah penyerangan itu berasal dari Sri Sultan. Disinilah makna ucapan Bung Karno `Bung Sultan tetap tinggal di Yogya’ :
  • Sultan adalah Pemimpin Republik Indonesia, anggota Kabinet Hatta sebagai Menteri Pertahanan. Ini artinya Sri Sultan HB IX adalah wakil sesungguhnya Republik di ibukota Yogyakarta. Dan berarti pemerintahan Negara RI di Ibukota Yogyakarta masih ada.
  • Sebagai bentuk pengalihan perhatian agar perhatian Belanda terkecoh bahwa kekuatan RI sesungguhnya ada di Keraton Yogyakarta, maka dibentuklah Pemerintahan Darurat RI yang juga merupakan pemerintahan sah. Namun efektivitas PDRI tidak berjalan baik karena berada di luar Jawa disamping beberapa pasukan PDRI masih sibuk bertempur melawan kekuatan Mollinger.
  • Bung Karno tahu bahwa Sri Sultan HB IX jagonya gerakan bawah tanah dan dia punya senjata pamungkas yaitu : Pertemanannya dengan Sri Ratu Juliana, dimana Bung Karno sendiripun tidak bisa mendekat pada Sri Ratu karena cap kolaborator di Jaman Jepang.
  • Dengan mempertahankan Sri Sultan di dalam kota ini berarti komando pemerintah masih di tangan Sultan. Sudirman yang orang Jawa pasti akan memandang Sri Sultan dan tidak akan melakukan serangan yang kurang terpadu. Semua serangan di koordinasikan pada satu titik, yaitu : Merebut kota Yogyakarta.
Keempat faktor inilah yang merupakan peranan paling penting dalam memahami perjuangan Sri Sultan HB IX dimana pada saat yang genting dia menyelamatkan eksistensi Republik Indonesia. Untuk menghargai peran Sri Sultan HB IX ini, pemerintah RI menugaskan Sri Sultan HB IX menerima surat dan menandatangani pengakuan kedaulatan RI pada tanggal 29 Desember 1949 di Istana Merdeka. Beliau pula yang menjemput Bung Karno dari Kemayoran untuk bersama-sama menuju Istana Kemenangan bangsa Indonesia, Istana Merdeka. Kedatangan dua orang ini disambut jutaan penduduk Jakarta dan luar Jakarta yang kemudian menyemut mengerumuni mobil yang ditumpangi Bung Karno dan Sri Sultan.
Klimaksnya, dengan mengenakan pakaian putih-putih dan sepatu putih Bung Karno berteriak lantang : Alhamdullilah. ..sekarang kita MERDEKA!!!!!!

Serangan Umum Versi Suharto dan Versi lainnya

Namun benarlah kata banyak orang, sejarah tergantung siapa yang berkuasa. Ketika Suharto berhasil menjadi Presiden Republik Indonesia. Ia beranggapan bahwa Serangan Umum 1 Maret 1949 itu murni merupakan ide dari Suharto dan bukan dari siapa-siapa ini berarti menafikan peran atasannya sendiri di luar Sudirman : Sri Sultan HB IX, AH Nasution, dan Bambang Sugeng. Tiga orang ini merupakan atasan Suharto dan tentunya tahu apa yang terjadi sesungguhnya pada peristiwa 1 Maret 1949. Sri Sultan HB IX adalah Menteri Pertahanan pada kabinet Hatta, orang yang berperan penting dalam reorganisasi ABRI, AH Nasution adalah Panglima Komando Djawa, seluruh pasukan di Djawa di bawah komando Nasution, sementara Bambang Sugeng adalah Panglima Divisi Djawa Tengah, berarti Bambang Sugeng merupakan atasan langsung Suharto. Tidak tertutup kemungkinan di luar sepengetahuan Suharto, Sri Sultan juga menjalin kontak dengan Kolonel Nasution, Bambang Sugeng dan tentunya Sudirman. Sri Sultan HB IX juga paham kekuatan tentara-tentara RI yang menyusup dan tinggal di dalam kota. Sementara Suharto hanya satu diantara beberapa elemen strategi Sultan. Tapi ketika Suharto berhasil menjabat menjadi Presiden dengan santai Suharto berkata “Tidak percaya toh, bahwa yang melakukan inisiatif serangan adalah seorang komandan Brigade”

Suharto mengakui bahwa ia menemui Sri Sultan, tapi pertemuan itu berlangsung sesudah serangan selesai bukan menjelang serangan. Dan apa yang berlangsung dari jam 6.00 Pagi sampai 12.00 siang adalah ide dia untuk menguasai Yogyakarta agar menjadi bahan perdebatan oleh LN Palar di PBB. Pernyataan ini menimbulkan kehebohan luar biasa bahkan berlangsung sampai saat ini dimana pertanyaannya berpusar pada : Siapa pencetus ide serangan umum 11 Maret 1949.

Tahun 1985 ketika Film Janur Kuning (Produksi thn. 1979) sedang asyik ditonton orang Indonesia ada kehebohan di muka publik siapa pemeran sesungguhnya dalam peristiwa Serangan umum 1 Maret 1949. : Suharto, Sri Sultan HB IX, Bambang Sugeng atau Nasution. Kejadian ini dimulai ketika eks Walikota Yogyakarta Soedarisma Poerwokoesomo yang menjabat dari tahun 1947-1966 dalam wawancaranya dengan Harian Suara Merdeka terbitan Semarang tanggal 15 Oktober 1985 mempertanyakan peran Suharto? Kehebohan itu ditanggapi dingin oleh Suharto dengan menantang “Tanyakan saja kepada yang masih hidup, apakah mereka memberikan komando Serangan Umum 1949 atau tidak?”

Namun Sri Sultan HB IX dengan bahasa halus membantah serangan umum itu berasal dari Suharto ia sendiri berkata pada Oei Tjoe Tat salah seorang Menteri Negara era Demokrasi Terpimpin yang kemudian ditulis dalam buku `Memoar Oei Tjoe Tat, Pembantu Presiden Sukarno’ 
Kutipannya begini :
“Gimana Toh, Apa mungkin seorang dalam hutan, lagi pula sedang bergerilya, punya kesempatan mengikuti dengan cermat siaran-siaran radio BBC, apalagi dalam bahasa asing? Apa waktu itu orang sudah mahir berbahasa asing? Sayalah yang semula membicarakan gagasan itu dengan Jenderal Sudirman yaitu mendapatkan ijinnya untuk kontak langsung dengan Suharto, ketika itu Suharto berpangkat Mayor. Gagasan ini kelak berwujud Operasi enam Jam di Yogya”

Ingatan Sri Sultan bahwa Suharto waktu itu berpangkat Mayor bukan Letkol karena memang jabatan Letkol yang diberikan tahun 1946 belum dipastikan legalitasnya. Jabatan Suharto menjadi Letnan Kolonel legal baru diputuskan pada awal tahun 1950.

Namun diluar arus Suharto-Sri Sultan sebagai penggagas Serangan Umum, ada versi lain yaitu dari TB Simatupang bahwa serangan umum adalah gagasan dari hasil diskusi antara TB Simatupang dengan Kolonel
Bambang Sugeng Panglima Divisi III Jawa Tengah.

Serangan Umum 1949

Terlepas dari `perang sejarah’ siapa penggagas serangan umum Yogyakarta, serangan ini memiliki dimensi tempur yang dahsyat untuk perang dalam kota. Baik Belanda maupun pihak Indonesia belum sepenuhnya berpengalaman dalam perang head to head ini. Sebelum perang kota 1 Maret 1949, sekelompok pasukan di bawah pimpinan seorang Sersan (dalam film Janur Kuning diperankan dengan baik oleh Amak Baldjun) menyerang ke dalam kota. Sersan itu lupa bahwa tahun 1949 adalah tahun kabisat jadi bulan februari habis sampai tanggal 29 bukan tanggal 28. Penyerbuan ini membuat tiga orang tewas di pihak TNI namun Belanda belum sadar akan ada serangan besar-besaran pada pagi hari 1 Maret 1949.

Sri Sultan sendiri sejak dua minggu sebelum hari H mulai membuka pintu Keraton, banyak tentara TNI yang menyusup ke dalam kota berlindung di balik tembok-tembok keraton yang tebal itu dan menyiapkan senjatanya. Kompleks keraton diam-diam dijadikan pusat serangan dimana perwira-perwira banyak berlindung ke dalam keraton, sementara di sekitar Malioboro dan pusat kota lainnya mulai berdatangan tentara-tentara yang sudah menyamar. Di sekitar Lempuyangan, Kadipiro, Kotabaru dan Kali Code banyak penyusup sudah mempersiapkan diri. Penyusupan sendiri sudah berlangsung selama dua minggu sebelum hari H. Suharto memutuskan untuk membuka markasnya di sektor barat Yogya, di daerah Godean disitu ada Mayor KRIS HN Ventje Sumual yang memegang sektor barat kota. Di sektor utara dipegang Mayor Kusno sementara di timur dipegang oleh Batalyon Sujono. Amir Murtono dan Marsudi ditugaskan mengkonsolidasi pasukan yang bercerai berai di dalam kota.

Tanda serangan dimulai pada saat sirene jam malam mulai berbunyi. Titik-titik kekuatan pasukan Brigade T (Brigade T adalah pasukan pimpinan Van Langen yang menguasai garis pertempuran Yogyakarta-Magelang-Temanggung). Tembakan pertama dimulai di sekitar stasiun Tugu. Di sana Pos-Pos Belanda banyak bertebaran dan ada konsentrasi kekuatan besar di sekitar Stasiun Tugu. Belanda yang dikejutkan serangan dadakan ini membalas dengan tembakan asal-asalan. Beberapa pasukan keluar dengan menggunakan panser dan berjalan masuk ke arah Tugu Malioboro namun belum sampai tugu pasukan belanda yang hanya berkekuatan setengah kompi itu diserang sengit kekuatan dari arah toko-toko dan perumahan penduduk. Perwira Belanda yang bergerak dengan jeepnya ke arah utara kota terperangah karena dimana-mana sudah berkibar bendera merah putih sementara beberapa pasukan Belanda di pos-pos kecil terjebak pertempuran sengit. Jalan-jalan dipasangi kayu, kursi, tempat tidur dan pohon-pohon yang ditebangi untuk menghambat lajunya pasukan Belanda. Di atas pohon, di dalam parit, di halaman-halaman rumah penduduk dan di balik sumur tiba-tiba banyak tentara TNI bermunculan, pertempuran sampai masuk ke lorong-lorong sempit di dalam kota. Kejar-kejaran terjadi bahkan sampai ada perkelahian fisik antara tentara Belanda dengan prajurit TNI yang masing-masing menggunakan sangkur.

Menjelang jam 7.00 pagi pertempuran sengit terjadi di sekitar Pabrik Waston tempat amunisi Belanda banyak tersimpan tidak sampai satu jam pasukan Belanda bisa dipukul mundur. Benteng Vredenburg pun berhasil direbut tentara RI. Sri Sultan duduk hatinya tegang bersama dengan kakaknya Pangeran Prabuningrat di Siti Hinggil ia berkali-kali disambangi perwira-perwira TNI melaporkan jalannya pertempuran. 

Belanda mengarahkan serangannya ke Keraton karena banyak laporan yang datang ke meja perwira Belanda bahwa pasukan TNI banyak bersembunyi di sekitar Buiten Keraton. Di sekitar alun-alun utara Keraton Yogya banyak konsentrasi pasukan TNI.

Perang besar juga terjadi di wilayah barat, bahkan wilayah ini sangat sulit ditundukkan dalam beberapa jam pasukan Belanda mundur dari sektor barat dan berlari ke tengah kota namun sekitar seratus tentara TNI berhasil mengejar mereka dan tembak-menembak terjadi di sekitar tengah kota sampai dekat Grand Hotel. Di Grand Hotel itulah Kahin tinggal, Profesor ilmu politik Indonesia dari Amerika Serikat paling legendaris yang mencatat semua kejadian pada pagi hari tanggal 1 Maret 1949.

Suharto dalam otobiografinya mengklaim bahwa dia memimpin serangan langsung, bahkan dengan gagah dia berada di depan front pertempuran dengan senapan otomatis Owen kebanggaannya. Anak buahnya mengira Pak Harto kebal peluru karena berani bertempur di garis depan. Tapi apa benar Pak Harto bertempur di garis depan, menurut Kolonel Abdul Latief dalam pledoinya yang dibacakan pada Mahkamah Militer pada
tanggal 1 Agustus 1978 dia berkata dalam pembelaannya :

“….Tepat pada tanggal 1 Maret pasukan saya mendapat perintah dari komandan Wehrkreis Letkol Suharto, untuk menyerang dan menduduki sepanjang jalan Malioboro, dari mulai Stasiun Tugu sampai dengan Pasar Besar dekat Istana Yogyakarta. Setelah dapat menduduki seperti yang telah diperintahkan gedung-gedung besar serta toko-toko sedianya akan saya bakar sesuai dengan politik bumi hangus. Akan tetapi mengingat keadaan sekeliling adalah rumah-rumah rakyat yang terdiri dari bambu yang mudah terbakar, maka tersebut saya batalkan.

Pertempuran terus berlangsung dan tentara Belanda mengadakan serangan balas, pertempuran terjadi antar rumah ke rumah, dan akhirnya pasukan saya mundur keluar kota, dan sebagian masih di dalam kota. Korban 12 orang, 5 orang gugur dan 50 orang pasukan pemuda-pemuda gerilya kota gugur ditembak tentara Belanda.

Setelah dapat keluar kota di desa Sudagaran atau Kuncen kira-kira antara pukul 12.00 siang bertemulah saya dengan komandan Wehrkreise III Letkol Suharto yang sedang menikmati makan soto babat. Setelah melaporkan hasil pelaksanaan serangan umum itu, maka komandan memerintahkan lagi, agar tentara Belanda yang berada di Makam Kuncen itu dihalau/diserang sekalipun saya belum sempat konsolidasi, dan
pasukan saya hanya tersisa 10 orang, perintah saya laksanakan. Dan kemudian komandan sektor Letkol Suharto kembali ke pangkalan… ….”

Apa yang diucapkan oleh Latief dalam pledoi ini menyiratkan Suharto tidak berada di garis depan pada waktu itu. Yang berjibaku ya anak buah Suharto seperti Latief, Pramuji, Sujono, Marsudi dan Ventje.Namun bagaimanapun harus diakui serangan umum 1 Maret 1949 merupakan strategi yang sangat cerdas, walaupun korban gugurnya 192 sampai 375 orang dari pihak TNI sementara di pihak Belanda 6 orang tewas. Perang dalam kota berakhir ketika pasukan khusus Gajah Merah pimpinan Kolonel Van Zanten yang datang dari Semarang memasuki dalam kota Yogya, semua pasukan TNI ditarik mundur namun sampai malam hari masih ada saja tembakan-tembakan gelap membahana dari rumah-rumah penduduk. Tujuan politik perang itu tercapai Belanda harus mengakui di depan forum PBB bahwa Republik masih ada.

Setelah perang itu berlangsung beberapa perundingan dan diam-diam Amerika Serikat menekan Belanda untuk segera keluar dari Yogyakarta. Belanda akhirnya menyerah dan keluar dari Yogya sekitar bulan Juni,
tanggal 8 Juni 1949 Sri Sultan atas perintah PDRI menghentikan semua pertempuran bersenjata dengan RI. Atas nama PDRI Sri Sultan mengadakan pengumuman gencatan bersenjata. Dan pada tanggal 30 Juni 1949 Sri Sultan menandatangani penarikan pasukan Belanda dari kota Yogya. Dalam cerita penarikan pasukan ini ada legenda yang banyak diyakini orang Yogya. Bahwa Sri Sultan bisa menjadi enam orang di tempat yang bersamaan, ini karena dalam tempo yang sama persis Sri Sultan ada di enam sektor yang lokasinya berjauhan.

Suharto yang memimpin serangan umum mendapat surat selamat dari perwira-perwira lainnya dan serangan umum atas Yogya menjadi inspirasi pada perwira-perwira lainnya untuk melakukan serangan-serangan ke markas Belanda. Sudirman sendiri menulis surat kepada AH Nasution bahwa : “Suharto merupakan bunga pertempuran” .

Presiden Sukarno dan Perdana Menteri Hatta serta rombongan lain yang ditangkap akhirnya dilepaskan Belanda dan kembali ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949 disambut langsung dengan Sri Sultan. Di kota
Yogya semuanya di bawah kendali penuh 2.000 orang pasukan di bawah komando Suharto. Pada awalnya Sri Sultan meminta agar Yogyakarta dibawah pengawasan Kepolisian yang berkekuatan 600 orang, namun
Suharto menolak karena dianggap keadaan belum sepenuhnya aman. Penolakan Suharto ini merupakan kemenangan politis Suharto terhadap Sri Sultan dan Jenderal Djatikusumo untuk menguasai kota Yogya setidak-tidaknya sampai Jenderal Sudirman turun gunung. Jenderal Sudirman yang enggan turun gunung karena kecewa dengan sikap Sukarno yang mau menyerah pada Belanda, dikirim surat berkali-kali oleh penggede Republik agar mau turun gunung tapi Sudirman masih ngambek. Barulah ketika Sri Sultan mengirim surat melalui Suharto agar Sudirman turun gunung dan bertemu dengan Presiden, Sudirman menuruti kemauan Sultan atas dasar hormatnya pada Raja Jawa. Di Istana Yogyakarta, Sri Sultan menyambut Sudirman dan mengantarkannya pada Bung Karno. Kedua tokoh ini-pun berpelukan sambil menangis. Kemudian Sudirman diajak melihat parade pasukan Suharto di alun-alun Yogyakarta bersama Pemimpin PDRI yang telah menyerahkan mandat kekuasaannya pada Bung Karno Sjafrudin Prawiranegara. Suharto terlihat menahan air mata ketika pasukan kehormatan berjalan menghormat pada Sudirman.

Apapun yang terjadi perang 1 Maret 1949 merupakan sebuah episode penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Peran Sri Sultan HB IX tidak bisa dilupakan sebagai tokoh yang sederhana Sri Sultan dipuja dimana-mana, bahkan di Minangkabau kehadiran Sri Sultan disambut penuh haru, ribuan rakyat Minang mengelu-elukan Sri Sultan yang berkunjung ke Padang, disana Sri Sultan dibopong dan teriakan “Merdeka…Merdeka. ..Merdeka” berkumandang dimana-mana. Sri Sultan bukan saja tokoh lokal Jawa, tapi kepemimpinannya diakui secara nasional.

Kepribadian dan Karir Politik Sri Sultan

Ada cerita-cerita rakyat mengenai Sri Sultan tentang kesederhanaannya yang banyak beredar di kalangan rakyat Yogya. Sri Sultan ini kegemarannya naik mobil baik jenis besar maupun kecil. Dulu yang namanya angkutan kota tidak ada seragamnya, semua bentuknya sama. Ketika Sri Sultan sedang berjalan-jalan dengan mobilnya ia dihentikan oleh seorang perempuan separuh umur. Ibu-ibu itu mengira Sri Sultan adalah sopir angkutan sayur. Mobil berhenti, Sri Sultan bertanya “Ada apa Bu…?”
“Ini Pak Sopir tolong naikkan karung-karung sayur saya mau antar barang ini ke Pasar Beringhardjo” 
Sri Sultan yang mengenakan kaca mata hitam tersenyum dan turun ia pun mengangkut karung-karung sayur
itu. Setelah karung-karung sayur dinaikkan Ibu itu juga naik ke dalam mobil dan duduk di belakang. Setelah sampai depan pasar Beringhardjo Sri Sultan turun dan mengangkut karung-karung itu sampai ke dalam pasar, si Ibu itu berjalan di depannya. Seorang mantri polisi memperhatikan dengan cermat kejadian itu. Setelah karung-karung sayur ditaruh ditempatnya, Ibu itu bertanya “Berapa ongkosnya, Pak Sopir?”
“Wah…ndak usah Bu”
“Walaah…Pak Sopir…Pak Sopir kayak ndak butuh uang saja?”
“Sudah tidak bu terima kasih”
“Lho, kurang tho…biasanya saya ngasihnya juga segini?” kata Ibu itu yang mengira sopir itu menolak uangnya karena kecewa pemberiannya kurang.
“Ndak…apa-apa Bu, saya cuma membantu”
“Sudah merasa kaya, tho..Pak Sopir?, ndak mau terima uang” kata si Ibu sinis. Sri Sultan tersenyum dan kemudian pamit keluar pasar. Saat Sri Sultan pergi si Ibu masih saja ngedumel “Dasar Sopir gemblung dikasih duit ndak mau” ujar Ibu itu sambil memberesi karung-karung sayurannya. Mantri Polisi yang sedari tadi mengamati peristiwa itu mendekati Ibu pedagang sayur itu.
“Bu…tadi Ibu tahu bicara dengan siapa?”
“Dengan…siapa. ..ya dengan Pak Sopir..piye tho sampeyan iki (gimana sih kamu)”
“Ibu tahu, tadi ibu bicara kaliyan sing nduwe ringin kembar kuwi. (tadi ibu bicara dengan yang punya beringin kembar itu)” Mantri Polisi itu menunjuk ke arah beringin kembar di depan keraton Yogya.
Blaar …..kepala si Ibu bagai disambar petir….ia kaget langsung pingsan dan kabarnya dia meninggal di tempat.

Sri Sultan juga sering mengendarai mobil sendiri dari Yogya-Jakarta kadang-kadang ke Bandung. Di tengah jalan dia dihentikan seorang polisi untuk pemeriksaan surat-surat. Sang Polisi sinis karena mengemudi kok ndak sopan. Sri Sultan cuman pake celana kolor dan kaos singlet saja. Saat melihat Rebuwesnya sang Polisi kaget setengah mati dan langsung berdiri hormat langsung mempersilahkan jalan, Sri Sultan tertawa dan mengangguk pada Pak Polisi.

Nama Sri Sultan sempat mencuat lagi karena ternyata dia menjadi sasaran utama pembunuhan dari pemberontakan eks KNIL yang dipimpin Westerling. Rencananya setelah melakukan gerakan di Bandung Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) akan masuk ke Jakarta dan membubarkan sidang kabinet serta membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan HB IX. Namun gerakan Westerling berhasil digagalkan pasukan Siliwangi dan hanya bergerak di sekitar Lengkong serta Bandung kota.

Sepanjang masa-masa kabinet Parlementer dan Demokrasi terpimpin Sri Sultan tidak begitu aktif lagi di politik. Kegiatannya yang sering diliput media adalah menjadi Ketua Pramuka. Anak-anak Pramuka era 60-
an, termasuk Bondan Winarno (Jago makan di Wisata Kuliner itu) memanggil Sri Sultan dengan sebutan “Kak Sultan”. Nama Sri Sultan muncul lagi setelah G 30 S dan kekuasaan pelan-pelan dipreteli Pak Harto.

Rupanya Pak Harto kurang pede dengan dirinya untuk berhadapan sendirian dengan Bung Karno. Untuk itu di bidang politik luar negeri ia menggandeng Adam Malik dan di dalam negeri sebagai kharisma ia meminjam Sri Sultan, jadilah Triumvirat Orde Baru yang terkenal itu : Suharto, Sri Sultan HB IX dan Adam Malik. Waktu itu sepertinya Sri Sultan tidak begitu paham dengan apa yang terjadi sesungguhnya dengan Indonesia dan hal ini bukan Sri Sultan saja yang mengalami banyak tokoh masih dalam suasana kalut. Yang jelas saat itu adalah dimulainya pergeseran antara kekuasaan Sukarno ke Suharto. Dan tampaknya Sri Sultan memihak pada Suharto dengan Orde Barunya. Bahkan Sri Sultan tidak sabar dengan tindakan hati-hati Suharto terhadap Bung Karno yang dinilai kurang tegas dan lamban. 
Dalam otobiografinya Jenderal Kemal Idris menuturkan :
“Saya masih ingat, pada tahun 1966, ipar saya Widjatmiko datang ke Kostrad mengabarkan bahwa saya dipanggil Sri Sultan Hamengkubuwono IX di rumah Mashuri di Jalan Agus Salim, Jakarta. Disana sudah menunggu Sri Sultan, Adam Malik dan Mashuri.
“Kemal kamu take over, ambil alih kekuasaan dari tangan Suharto” ujar Sri Sultan.
(Kemal Idris, Bertarung dalam Revolusi hal.252)

Rupanya Sri Sultan tidak sabar dengan permainan Jenderal Suharto menghadapi Bung Karno. Jauh-jauh hari kemudian ia keadaan menjadi jelas kenapa Suharto begitu hati-hati menghadapi Bung Karno dan terlalu lama maen petak umpet untuk mempreteli kekuasaan Sukarno yang baru berhasil dimenangkannya tahun 1967. Ternyata Suharto mendeteksi siapa lawan, siapa kawan. Karena bagi Suharto jelas Sukarno sudah kalah, PKI habis maka musuh selanjutnya bukan dari pihak lawan tapi yang dibelakangnya namun berpotensi tidak loyal termasuk kelompok Jenderal elang yang dikemudian hari nasibnya kurang baik di bawah kekuasaan Orde Baru terutama Jenderal HR Dharsono, pendukung fanatik Orde Baru. Yang masa tuanya mengenaskan dan sempat dituduh oleh Kopkamtib terlibat pengeboman Borobudur juga disangkutkan pada kasus Priok.

Jika Andi F. Noya mengira-ngira apa maksud Sultan sesungguhnya menolak menjadi Wapres di hari-hari penentuan 1978 yang kemudian digantikan oleh Adam Malik adalah masalah peristiwa Malari 1974 atau masalah korupsi dimana keluarga Presiden mulai banyak terlibat sesungguhnya kurang begitu tepat. Ada keyakinan di kalangan politisi-politisi senior dan orang yang ngerti politik bahwa Sri Sultan menolak menjadi Wapres di tahun 1978 karena menolak ia ikut rezim Suharto yang berlumuran darah.

Apa yang dimaksud berlumuran darah. Mengingat kejadiannya tahun 1978 berarti kemungkinan yang dimaksud Sri Sultan adalah masa pasca G 30 S dimana banyak pembantaian terjadi dan alur cerita G 30 S yang sebenarnya sudah mulai terkuak terutama dari saksi-saksi sejarah. Apalagi pada tahun 1978 banyak tawanan dari Pulau Buru dibebaskan. Sejak tahun 1978 Sri Sultan menolak aktif berpolitik kecuali sebagai Ketua KONI.

Beliau meninggal awal September 1988 di Amerika Serikat dan prosesi pemakamannya di tangisi jutaan orang Indonesia, mengingatkan pada prosesi pemakaman Bung Karno dan Bung Hatta yang juga ditangisi jutaan orang Indonesia. Saat mangkatnya Raja Agung Binatara itu sepertinya hubungan Suharto dan Sri Sultan HB IX kurang begitu baik.

Suharto sendiri sambil lalu saja memperhatikan mangkat Rajanya itu. Kemudian Sri Sultan HB IX digantikan Herdjuno Darpito yang wajahnya di tahun 1988 mirip dengan Deddy Mizwar bintang fim muda yang sedang
naik daun karena film `Nagabonar’ dan `Kejarlah Aku Kau Kutangkap’. Satu-satunya foto putera Sri Sultan HB IX adalah Herdjuno Darpito ini mengingatkan pada otobiografi Bung Karno yang ditulis Cindy Adams dimana hanya Megawati yang di potret berdua bersama Bung Karno.
Akankah Mas Djun atau Sri Sultan Hamengkubuwono X maju lagi ke kancah politik nasional? Waktulah yang akan menjawab.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sejarah Perang Salib

PERANG SALIB (1095 – 1291 M)
Sebab-sebab Terjadinya Perang Salib
Sejumlah ekspedisi militer yang dilancarkan oleh pihak Kristen terhadap.kekuatan muslim dalam periode 1096 – 2073 M. dikenal sebagai perang salib. Hal ini disebabkan karena adanya dugaan bahwa pihak Kristen dalam melancarkan serangan tersebut didorong oleh motivasi keagamaan, selain itu mereka menggunakan simbol salib. Namun jika dicermati lebih mehdalam akan terlihat adanya beberapa kepentingan individu yang turut mewarnai perang salib ini. Berikut ini adalah beberapa penyebab yang turut melatarbelakangi terjadinya perang salib.

Gambar diambil dari: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/3/31/Map_of_First_Crusade_-_Roads_of_main_armies-fi.png

Pertama, bahwa perang salib merupakan puncak dari sejumlah konflik antara negeri barat dan negeri timur, jelasnya antara pihak Kristen dan pihak muslim. Perkembangan dan kemajuan ummat muslim yang sangat pesat, pada akhir-akhir ini, menimbulkan kecemasan tokoh-tokoh barat Kristen. Terdorong oleh kecemasan ini, maka mereka melancarkan serangan terhadap kekuatan muslim.
Kedua, munculnya kekuatan Bani Saljuk yang berhasil merebut Asia Kecil setelah mengalahkan pasukan Bizantium di Manzikart tahun 1071, dan selanjutnya Saljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan dinasti Fatimiyah tahun 1078 M. Kekuasaan Saljuk di Asia Kecil dan yerusalem dianggap sebagai halangan bagi pihak Kristen barat untuk melaksanakan haji ke Bait al-Maqdis. padahal yang terjadi adalah bahwa pihak Kristen bebas saja melaksanakan haji secara berbondong-bondong. pihak Kristen menyebarkan desas-desus perlakuan kejam Turki Saljuk terhadap jemaah haji Kristen. Desas-desus ini membakar amarah umat Kristen-Eropa.
Ketiga, bahwa semenjak abad ke sepuluh pasukan muslim menjadi penguasa jalur perdagangan di lautan tengah. Para pedagang Pisa, Vinesia, dan Cenoa merasa terganggu atas kehadiran pasukan lslam sebagai penguasa jalur perdagangan di laut tengah ini. Satu-satunya jalan untuk memperluas dan memperlancar perdagangan mereka adalah dengan mendesak kekuatan muslim dari lautan ini”
Keernpat, propaganda Alexius Comnenus kepada )aus Urbanus ll. Untuk membalas kekalahannya dalam peperangan melawan pasukan Saljuk. Bahwa paus merupakan sumber otoritas tertinggi di barat yang didengar dan ditaati propagandanya. Paus Urbanus II segera rnengumpulkan tokoh-tokoh Kristen pada 26 November 1095 di Clermont, sebelah tenggara Perancis. Dalam pidatonya di Clermont sang Paus memerintahkan kepada pengikut kristen agar mengangkat senjata melawan pasukan musim.
Tujuan utama Paus saat itu adalah memperluas pengaruhnya sehingga gereja-gereja Romawi akan bernaung di bawah otoritasnya. Dalam propagandanya, sang Paus Urbanus ll menjanjikan ampunan atas segala dosa bagi mereka yang bersedia bergabung dalam peperangan ini. Maka isu persatuan umat Kristen segera bergema menyatukan negeri-negeri Kristen memenuhi seruan sang Paus ini. Dalam waktu yang singkat sekitar 150.000 pasukan Kristen berbondong-bondong memenuhi seruangsang Paus, mereka berkumpul di Konstantinopel. Sebagian besar pasukan ini adalah bangsa Perancis dan bangsa Normandia.
Jalannya Peperangan
Perang salib yang berlangsung dalam kurun waktu hampir dua abad, yakni antara tahun 1095 – 1291 M., terjadi dalam serangkaian peperangan.
Diambil dari: http://www.hist.umn.edu/courses/hist3613/calendar/1stCrusade/images/First%20Crusade%20Map.jpg
Perang Salib 1
Pada tahun 490 H/1096 M. sebuah pasukan salib yang dipimpin oleh komandan Walter dapat ditundukkan oleh kekuatan Kristen Bulgaria. Kemudian Peter yang mengkomandoi kelompok kedua pasukan salib bergerak melalui Hungaria dan Bulgaria. Pasukan ini berhasil menghancurkan setiap kekuatan yang menghalanginya. Seorang sultan negeri Nice berhasil menghadapinya bahkan sebagian pimpinan salib berkenan memeluk lslam dan sebagian pasukan mereka terbunuh dalam peperangan ini.
Setahun kemudian yakni pada tahun 491 H/1097 M. pasukan Kristen di bawah komandan Coldfrey bergerak dari Konstantinopel menyeberangi selat Bosporus dan berhasil menaklukkan Antioch (Antakia) setelah mengepungnya selama 9 bulan. Pada pengepungan ini pasukan salib melakukan pembantaian secara kejam tanpa prikemanusiaan.
Setelah berhasil menundukkan Antioch, pasukan salib bergerak ke Ma’arrat al-Nu’ man, sebuah kota termegah di Syria. Di kota ini pasukan Salib juga melakukan pembantaian ribuan orang. Pasukan salib selanjutnya menuju ke Yerusalem dan dapat menaklukkannya dengan mudah. Ribuan jiwa muslirn menjadi kurban pembantaian dalam penaklukan kota Yerusalern ini. “Tumpukan kepala, tangan dan kaki terdapat disegala penjuru jalan dan sudur kota”. Sejarah telah menyaksikan sebuah tragedi manusia yang memilukan. Goldfrey selanjutnya menjabat sebagai penguasa atas negeri Yerusalem. Ia adalah penguasa yang cakap, dan komandan yang bersemangat dan agresif.
Pada tahun 503 H/1109 M., pasukan salib menaklukkan Tripoli. Mereka selain membantai masyarakat Tripoli juga membakar perpustakaan, perguruan dan sarana industri hingga menjadi abu.
Selama terjadi penyerangan di atas, kesultanan Saljuk sedang dalam kemunduran. Perselisihan antara sultan-sultan Saljuk memudahkan pasukan salib merebut wilayah-wilayah kekuasaan islam. Dalam kondisi seperti ini muncullah seorang sultan Damaskus yang bernama Muhammad yang berusaha mengabaikan konflik internal dan menggalang kesatuan dan kekuatan Saljuk untuk mengusir pasukan salib. Baldwin, penguasa Yerusalem pengganti Goldfrey, dapat dikalahkan oleh pasukan Saljuk ketika ia sedang menyerang kota Damaskus. Baldwin segera dapat merebut kembali wilayah-wilayah yang lepas setelah datang bantuan pasukan dari Eropa.
Sepeninggal Sultan Mahmud, tampillah seorang perwira muslirn yang cakap dan gagah pemberani. Ia adalah Imaduddin Zangki, seorang anak dari pejabattinggi Sultan Malik Syah. Atas kecakapannya, ia menerima kepercayaan berkuasa atas kota Wasit dari Sultan Mahmud. Belakangan penguasa Mosul dan Mesopotamia juga berlindung kepadanya. la menerima gelar Attabek dari khalifah di Bagdad. Ia telah mencurahkan kemampuannya dalam upaya mengembalikan kekuatan pemerintahan Saljuk dan menyusun kekuatan militer, sebelum ia mengabdikan diri di kancah peperangan salib.
Masyarakat Aleppo dan Hammah yang menderita di bawah kekuasaan pasukan salib berhasil diselamatkan oleh Imaduddin Zangki setelah berhasil mengalahkan pasukan salib. Tahun berikutnya ia juga berhasil mengusir pasukan salib dari al- Asyarib. Satu-persatu Zangki meraih kemenangan atas pasukan salib, hingga ia merebut wilayah Edessa pada tahun 539 H/1144 M. Dalam pada itu, bangsa Romawi menjalin kekuatan gabungan dengan pasukan Perancis menyerang Buzza. Mereka menangkap dan membunuh perernpuan dan anak-anak yang tidak berdosa. Dari sini mereka melancarkan serangan ke Caesarea. Penguasa negeri ini yakni Abu Asakir nneminta bantuan pasukan Imaduddin Zangki. Zangki segera mengerahkan pasukannya dan ia berhasil mengusir kekuatan Perancis dan Romawi secara memalukan. Wilayah perbatasan di Akra berhasil digrebek hingga menyerah, demikian pula kota Balbek segera ditaklukkan, untuk selanjutnya pendudukan kota Balbek ini dipercayakan kepada komandan Najamuddin, ayah Salahuddin.
Penaklukan Edesa merupakan keberhasilan Zangki yang terhebat. Oleh umat Kristen Edessa merupakan kota yang termulya, karenanya kota ini dijadikan sebagai pusat kepuasan. Dalam penaklukan Edessa, Zangki tidak berlaku kejam terhadap penduduk sebagaimana tindakan pasukan salib. Tidak seorang pun merasakan tajamnya mata pedang Zangki, kecuali pasukan salib yang sedang bertempur yang sebagian besar adalah pasukan Perancis.
Dalam perjalanan penaklukan Kalat Jabir, Zangki terbunuh oleh tentaranya sendiri. Selama ini Zangki adalah seorang patriot sejati yang telah berjuang demi membela tanah airnya. Baginya, “pelana kuda lebih nyaman dan lebih dicintainya dari pada kasur sutra, dan juga suara hiruk-pikuk di medan peperangan terdengar lebih merdu dan lebih dicintainya daripada alunan musik”.
Kepemimpinan Imaduddin Zangki digantikan oleh putranya yang bernama Nuruddin Mahmud. Ia bukan hanya seorang prajurit yang cakap, sekaligus juga ahli hukum, dan juga seorang ilmuan. Pada saat itu umat Kristen Edessa dengan bantuan pasukan Perancis herhasil mengalah pasukan muslim yang bertugas di kota ini dan sekal i gus membanta i nya. N uruddi n segera mengerahkan pasukannya ke Edessa dan berhasil merebutnya kembali Sejumlah pasukan Edessa dan para pengkhianat dihukum dengan mata pedang, sedangkan bangsa Armenia yang bersekutu dengan pasukan salib diusir ke luar negeri Edesa.
Perang Salib 2
Dengan jatuhnya kembali kota Edesa oleh pasukan muslim, tokoh-tokoh Kristen Eropa dilanda rasa cemas. St Bernard segera menyerukan kembali perang salib melawan kekuatan muslim. Seruan tersebut membuka gerakan perang salib kedua dalam sejarah Eropa. Beberapa penguasa Eropa menanggapi poiitif seruan perang suci ini. Kaisar jerman yang bernama Conrad III, dan kaisar perancis yang bernama Louis VII segera mengerahkan pasukannya keAsia. Namun kedua paiukan ini iapat dihancurkan ketika sedang dalam perjalanan menuju Syiria. Dengan sejumlah pasukan yang tersisa mereka berusaha mencapai Antioch, dan dari sisi mereka menuju ke Damaskus.
Pengepungan Damaskus telah berlangsung beberapa hari, ketika Nuruddin tiba di kota ini. Karena terdesak oleh pasukan Nuruddin, pasukan salib segera melarikan diri ke Palestina, sementara Conrad III dan Louis VII kembali ke Eropa dengan tangan hampa. Dengan demikian beiakhirlah babak ke dua perang salib.
Nuruddin segera rnulai memainkan peran baru sebagai sang penakluk. Tidak lama setelah mengalahkan pasukan salib, ia berhasil rnenduduki benteng Xareirna, merebut wilayah perbatasan Apamea pada tahun 544 H/1149 M., dan kota Joscelin. Pendek kata, kota-kota penting pasukan salib berhasil dikuasainya. la segera menyambut baik permohonan masyarakat Damaskus dalam perjuangan melawan penguasa Damaskus yang menindas. Keberhasilan Nuruddin menaklukkan koia damaskus membuat sang khalifah di Bagdad brerkenan rnemberinya gelar kehormatan “al-Malik al- ’Adil”.
Ketika itu Mesir sedang dilanda perselisihan intern dinasti Fatimiyah. Shawar, seorang perdana menteri Fatimiyah., dilepaskan dari jabatannya oleh gerakan rahasia. Nuruddin mengirimkan pasukannya di bawah pimpinan komandan Syirkuh. Namun ternyata Shawar justru memerangi Syirkuh berkat bantuan pasukan perancis hingga berhasil rnenduduki Mesir.
Pada tahun 563 H/1167 M. Syirkuh berusaha datang kembali ke Mesir. Shawar pun segera rneminta bantuan raja Yerusalem yang bernama Amauri. Gabungan pasukan Shawar dan Amauri ditaklukkan secara mutlak oleh pasukan Syirkuh dalam peperangan di Balbain. Antara mereka terjadi perundingan yang melahirkan beberapa kesepakatan: bahwa Syirkuh bersedia kembali ke Damaskus dengan imbalan 50.000 keping emas, Amauri harus menarik pasukannya dari Mesir. Namun Amauri tidak bersedia meninggalkan Kairo, sehingga perjanjian tersebut batal secara otomatis. Bahkan mereka menindas rakyat.
Atas permintaan khalifah Mesir Syirkuh diperintahkan oleh Nuruddin agar segera menuju ke Mesir. Masyarakat Mesir dan sang khalifah menyambut hangat kedatangan Syirkuh dan pasukannya, dan akhirnya Syirkuh ditunjuk sebagai perdana menteri. Dua bulan sesudah penundukan ini, Syirkuh meninggal dunia, kedudukannya digantikan oleh kemenakannya yang bernama Salahuddin. Ketika kondisi politik dinasti Fatimiyah semakin melemah, Salahuddin al-Ayyubi segera memulihkan otoritas Khalifah Abbasiyah di Mesir, dan setelah dinasti Fatimiyah hancur Salahuddin menjadi penguasa Mesir (570-590 H/1174-1193 M).
Salahuddin, putra Najamuddin Ayyub, lahir di Takrit pada tahun 432 H/1137 M. Ayahnya adalah pejabat kepercayaan pada masa lmaduddin Zangki dan masa Nuruddin. Salahuddin adalah seorang letnan pada masa Nuruddin, dan telah berhasil mengkonsolidasikan masyarakat Mesir, Nubia, Hijaz dan Yaman.
Sultan Malik Syah yang menggantikan Nuruddin adalah raja yang masih berusia belia, sehingga amir-amirnya saling berebut pengaruh yang menyebabkan timbulnya krisis poiitik internal. Kondisi demikian ini memudahkan bagi pasukan salib untuk menyerang Damaskus dan menundukkannya. Setelah beberapa lama tampillah Salahuddin berjuang mengamankan Damaskus dari pendudukan pasukan salib.
Lantaran hasutan Gumusytag, sang sultan belia Malik Syah menaruh kemarahan terhadap sikap Salahuddin ini sehingga menimbulkan konflik antara keduanya. Sultan Malik Syah menghasut masyarakat Alleppo berperang melawan Salahuddin. Kekuatan Malik Syah di Alleppo dikalahkan oleh pasukan Salahuddin. Merasa.tidak ada pilihan lain, Sultan Malik Syah rneminta bantuan pasukan salib. Semenjak kemenangan melawan pasukan salib di Aleppo ini, terbukalah jalan lernpang bagi tugas dan perjuangan Salahuddin di masa-masa mendatang hingga ia berhasil mencapai kedudukan sultan. Semenjak tahun 575H/1182M, kesultanan Saljuk di pusat mengakui kedudukan Salahuddin sebagai sultan atas seluruh wilayah Asia Barat.
Sementara itu Baldwin III menggantikan kedudukan ayahnya, Amaury. Baldwin III mengkhianati perjanjian genjatan senjata antara kekuatan muslim dengan pasukan Salib-Kristen. Bahkan pada tahun 582H/11 86 M. Penguasa wilayah Kara yang bernama Reginald mengadakan penyerbuan terhadap kabilah muslim yang sedang melintasi benteng pertahanannya. Salahuddin segera mengerahkan pasukannya di bawah pimpinan Ali untuk mengepung Kara dan selanjutnya menuju Galilee untuk menghadapi pasukan Perancis. Pada tanggal 3 Juli 1187 M. kedua pasukan bertempur di daerah Hittin, di mana pihak pasukan Kristen mengalami kekalahan. Ribuan pasukan mereka terbunuh, sedang tokoh-tokoh militer mereka ditawan. Sultan Salahuddin selanjutnya merebut benteng pertahanan Tiberia. Kota Acre, Naplus, Jericho, Ramla, Caesarea, Asrul Jaffra, Beyrut, dan sejumlah kota-kota lainnya satu persatu jatuh dalanr kekuasaan Sultan Salahuddin.
Selanjutnya Salahudin memusatkan perhatiannya untuk menyerang Yerusalem, di mana ribuan rakyat muslim dibantai oleh pasukan Salib-Kristen. Setelah mendekati kota ini, Salahuddin segera menyampaikan perintah agar seluruh pasukan Salib-Kristen Yerusalem menyerah. Perintah tersebut sama sekali tidak dihiraukan, sehingga Salahuddin bersumpah untuk membalas dendam atas pembantaian ribuan warga muslim. Setelah beberapa larna terjadi pengepungan, pasukan salib kehilangan semangat tempurnya dan memohon kemurahan hati sang sultan. Jiwa sang sultan terlalu lembut dan penyayang untuk melaksanakan sumpah dan dendamnya, sehingga ia pun memaafkan mereka. Bangsa Romawi dan warga Syria-Kristen diberi hidup dan diizinkan tinggal di Yerusalem dengan hak-hak warga negara secara penuh. Bangsa Perancis dan bangsa-bangsa Latin diberi hak meninggalkan Palestina dengan membayar uang tebusan 10 dinar setiap orang dewasa, dan 1 dinar untuk setiap anak-anak. Jika tidak bersedia mereka dijadikan sebagai budak. Namun peraturan seperti ini tidak diterapkan oleh sang sultan secara kaku. Salahuddin berkenan melepaskan ribuan tawanan tanpa tebusan sepeser pun, bahkan ia mengeluarkan hartanya sendiri untuk menrbantu menebus sejumlah tawanan. Salahuddin juga membagi-bagikan sedekah kepada ribuan masyarakat Kristen yang miskin dan lemah sebagai bekal perjalanan mereka pulang. Ia menyadari betapa pasukan Salib-Kristen telah membantai ribuan rnasyarakat muslim yang tidak berdosa, namun suara hatinya yang lembut tidak tega untuk melampiaskan dendam terhadap pasukan Kristen.
Pada sisi lainnya Salahuddin juga membina ikatan persaudaraan antara warga Kristen dengan warga muslim, dengan memberikan hak-hak warga Kristen sama persis dengan hak-hak warga muslim di Yerusalem. Sikap Salahuddin demikian ini membuat umat Kristen di negeri-negeri lain ingin sekali tinggal di wilayah kekuasaan sang sultan ini. “sejumlah warga Kristen yang meninggalkan Yerusalem menuju Antioch ditolak dan bahkan dicaci maki oleh raja Bahemond. Mereka lalu menuju ke negeri Arab di mana kedatangan mereka disambut dengan baik”, kata Mill. Perlakuan baik pasukan muslim terhadap umat Kristen ini sungguh tidak ada bandingannya sepanjang sejarah dunia. Padahal sebelumnya, pasukan Salib-Kristen telah berbuat kejam, menyiksa dan menyakiti warga muslim.
Perang Salib 3
Jatuhnya Yerusalem dalam kekuasaan Salahuddin menimbulkan keprihatinan besar kalangan tokoh-tokoh Kristen. Seluruh penguasa negeri Kristen di Eropa berusaha menggerakkan pasukan salib lagi. Ribuan pasukan Kristen berbondong-bondong menuju Tyre untuk berjuang mengembalikan prestis kekuatan mereka yang telah hilang. Menyambut seruan kalangan gereja, maka kaisar Jerman yang bernama Frederick Barbarosa, Philip August, kaisar Perancis yang bernama Richard, beberapa pembesar kristen rnembentuk gabungan pasukan salib. Dalam hal ini seorang ahli sejarah menyatakan bahwa Perancis mengerahkan seluruh pasukannya baik pasukan darat maupun pasukan lar.rtnya. Bahkan wanita-wanita Kristen turut ambil bagian dalam peperangan ini. Setelah seluruh kekuatan salib berkumpul di Tyre, mereka segera bergerak mengepung Acre.
Salahuddin segera menyusun strategi untuk menghadapi pasukan salib. Ia menetapkan strategi bertahan di dalam negeri dengan mengabaikan saran para Amir untuk melakukan pertahanan di luar wilayah Acre. ”Demikianlah Salahuddin mengambil sikap yang kurang tepat dengan memutuskan pandangannya sendiri’” ungkap salah seorang ahli sejarah. Jadi Salahuddin mestilah berperang untuk menyelamatkan wilayahnya setelah pasukan Perancis tiba di Acre.
Pada tanggal 14 September 1189 M. Salahuddin terdesak oleh pasukan salib, namun kemenakannya yang bernama Taqiyuddin berhasil mengusir pasukan salib dari posisinya dan mengembalikan hubungan dengan Acre. Dalam hal ini Ibn al-Athir menyatakan, “pasukan muslim mesti melanjutkan peperangan hingga malam hari sehingga mereka berhasil mencapai sasaran penyerangan. Namun setelah mendesak separuh kekuatan Perancis, pasukan muslim kembali dilemahkan pada hari berikutnya.
Kota Acre kembali terkepung selama hampir dua tahun. Sekalipun pasukan rnuslim menghadapi situasi yang serba sulit selama pengepungan ini, namun mereka tidak patah semangat. Segala upaya pertahanan pasukan muslim semakin tidak membawa hasil, bahkan mereka merasa frustasi ketika Richard dan Philip August tiba dengan kekuatan pasukan salib yang maha besar. Sultan Salahuddin merasa kepayahan menghadapi peperangan ini, sementara itu pasukan muslim dilanda wabah penyakit dan kelaparan. Masytub, seorang komandan Salauhuddin akhirnya mengajukan tawaran damai dengan kesediaan atas beberapa persyaratan sebagaimana yang pernah diberikan kepada pasukan Kristen sewaktu penaklukan Yerusalem dahulu. Namun sang raja yang tidak mengenal balas budi ini sedikit pun tidak memberi belas kasih terhadap ummat muslim. la membantai pasukan muslirn secara kejam.
Setelah berhasil menundukkan Acre, pasukan salib bergerak menuju Ascalon dipimpin oleh Jenderal Richard. Bersamaan dengan itu Salahuddin sedang mengarahkan operasi pasukannya dan tiba d i fucalon I e6l h awil. Ketika tiba di Ascalon, Richard mendapatkan kota ini telah dikuasai oleh pasukan Salahuddin. Merasa tidak berdaya mengepung kota ini, Richard mengirimkan delegasi perdamaian menghadap Salahuddin. Setelah berlangsung perdebatan yang kritis, akhirnya sang sultan bersedia menerirna tawaran damai tersebut. ”Antar pihak Muslim dan pihak pasukan salib menyatakan bahwa wilayah kedua belah pihak saling tidak rnenyerang dan menjamin keamanan masing-masing, dan bahwa warga negara kedua belah pihak dapat saling keluar masuk ke wilayah lainnya tanpa, gangguan apa pun”. Jadi perjanjian damai yang menghasilkan kesepakatan di atas mengakhiri perang salib ke tiga.
Setelah keberangkatan Jenderal Richard, Salahuddin masih tetap tinggal di Yerusalem dalam beberapa lama. Ia kemudian kembali ke Damaskus untuk menghabiskan sisa hidupnya. Perjalanan panjang yang meletihkan ini mengganggu kesehatan sultan dan akhirnya ia meninggal enam bulan setelah tercapai perdamaian, yakni pada tahun 1193 M. Seorang penulis berkata, “Hari kematian Salahuddin merupakan musibah bagi islam dan ummat lslam, sungguh tidak ada duka yang melanda mereka setelah kematian empat khalifah pertarna yang melebihi duka atas kematian Sultan Salahuddin”.
Salahuddin bukan hanya seorang Prajurit, ia juga seorang yang mahir dalam bidang pendidikan dan pengetahuan. Berbagai penulis berkarya di istananya” Penulis yang ternama di antara mereka adalah Imaduddin, sedang hakim yang termasyhur adalah al-Hakkari. Sultan Salahuddin mendirikan berbagai lembaga pendidikan seperti madrasah, perguruan, dan juga mendirikan sejumiah rumah sakit di wilayah kekuasaannya.
Perang Salib 4
Dua tahun setelah kematian Salahuddin berkobar perang salib keempat atas inisiatif Paus Celestine III. Namun sesungguhnya peperangan antara pasukan muslim dengan pasukan Kristen telah berakhir dengan usianya perang salib ketiga. Sehingga peperangan berikutnya tidak banyak dikenal. Pada tahun 1195 M. pasukan salib menundukkan Sicilia, kemudian terjadi dua kali penyerangan terhadap Syria. Pasukan kristen ini mendarat di pantai Phoenecia dan menduduki Beirut. Anak Salahuddin yang bernama al-Adil segera rnenghalau pasukan salib. la selanjutnya menyerang kota perlindungan pasukan salib. Mereka kemudian mencari tempat perlindungan ke Tibinim, lantaran semakin kuatnya tekanan dari pasukan muslim, pihak salib akhirnya menempuh inisiatif damai. Sebuah perundingan menghasilkan kesepakatan pada tahun 1198M, bahwa peperangan ini harus dihentikan selama tiga tahun.
Perang Salib 5
Belum genap mencapai tiga tahun, Kaisar Innocent III menyatakan secara tegas berkobarnya perang salib ke lima setelah berhasil rnenyusun kekuatan miliier. Jenderal Richard di lnggris menolak keras untuk bergabung dalam pasukan salib ini, sedang mayoritas penguasa Eropa lainnya menyarnbut gembira seruan perang tersebut. Pada kesempatan ini pasukan salib yang bergerak menuju Syria tiba-tiba mereka membelokkan geiakannya menuju Konstantinopel. Begitu tiba di kota ini, mereka membantai ribuan bangsa romawi baik laki-laki maupun perempuan secara bengis dan kejam. pembantai ini berlangsung dalam beberapa hari. Jadi pasukan muslim sama sekali tidak mengalami kerugian karena tidak terlibat dalam peristiwa ini.
Perang Salib 6
Pada tahun 613 H/1216M, Innocent III mengobarkan propaganda perang salib ke enam. 250.000 pasukan salib, mayoritas Jerman, mendarat di Syria. Mereka terserang wabah penyakit di wilayah pantai Syria hingga kekuatan pasukan tinggal tersisa sebagian. Mereka kemudian bergerak menuju Mesir dan kemudian mengepung kota Dimyat. Dari 70.000 personil, pasukan salib berkurang lagi hingga tinggal 3.000 pasukan yang tahan dari serangkaian wabah penyakit. Bersamaan dengin ini, datang tambahan pasukan yang berasal dari perancis yang bergerak menuju Kairo. Narnun akibat serangan pasukan muslim yang terus-menerus, mereka men jadi terdesak dan terpaksa rnenempuh jalan damai. Antara keduanya tercapai kesepakatan damai dengan syarat bahwa pasukan salib harus segera meninggalkan kota Dimyat.
Perang Salib 7
Untuk mengatasi konflik politik internal, Sultan Kamil mengadakan perundingan kerja sarna dengan seorang jenderal Jerman yang bernarna Frederick. Frederick bersedia membantunya rnenghadapi musuh-musuhnya dari kalangan Bani Ayyub sendiri, sehingga Frederick nyaris menduduki dan sekaligus berkuasa di yerusalem. Yerusalem berada di bawah kekuasaan tentara salib sampai dengan tahun 1244 M., setelah itu kekuasaan salib direbut oleh Malik al-shalih Najamuddi al-Ayyubi atas bantuan pasukan Turki Khawarizmi yang berhasil meiarikan diri dari kekuasaan Jenghis Khan.
Perang Salib 8
Dengan direbutnya kota Yerusalern oleh Malik al- Shalih, pasukan salib kembali menyusun penyerangan terhadap wilayah lslam. Kali ini Louis IX, kaisar perancis, yang memimpin pasukan salib kedelapan. Mereka mendarat di Dirnyat dengan mudah tanpa perlawanan yang beranti. Karena pada saat itu Sultan Malikal-shalih sedang menderita sakit keras sehingga disiplin tentara muslim merosot. Ketika pasukan Louis IX bergerak menuju ke Kairo melalui jalur sungai Nil, mereka mengalami kesulitan lantaran arus sungai mencapai ketinggiannya, dan mereka juga terserang oleh wabah penyakit, sehingga kekuatan salib dengan mudah dapat dihancurkan oleh pasukan Turan Syah, putra Ayyub.
Setelah berakhir perang salib ke delapan ini, pasukan Salib-Kristen berkali-kali berusaha mernbalas kekalahannya, namun selalu mengalami kegagalan.
Akibat Perang Salib
Perang salib yang berlangsung lebih kurang dua abad membawa beberapa akibat yang sangat berarti bagi perjalanan sejarah dunia. Perang salib ini menjadi penghubung bagi bangsa Eropa mengenali dunia lslam secara lebih dekau yang berarti kontak hubungan antara barat dan timur semakin dekat. Kontak hubungan barat-timur ini mengawali terjadinya pertukaran ide antara kedua wilayah tersebut. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tata kehidupan masyarakat timur yang”maju menjadi daya dorong pertumbuhan intelektual bangsa barat, yakni Eropa. Hal ini sangat-besar andil dan peranannya dalam meahirkan era renaissance di Eropa.
Pasukan salib merupakan penyebar hasrat bangsa Eropa dalam bidang perdagangan dan perniagaan terhadap bangsa-bangsa timur. Selama ini bangsa barat tidak mengenal kemajuan pemikiran bangsa timur. Maka perang salib ini juga membawa akibat timbulnya kegiatan penyelidikan bangsa Eropa mengenai berbagai seni dan pengetahuan penting dan berbagai penemuan yang teiah dikenali ditimur. Misalnya, kompas kelautan, kincir angin, dan lain-lain, Mereka juga menyelidiki sistem pertanian, dan yang lebih penting adalah mereka rnengenali sistem industri timur yang telah maju. Ketika kembali ke negerinya, Eropa, mereka lantas mendirikan sistem pemasaran barang-barang produk timur. Masyarakat barat semakin menyadari betapa pentingnya produk-produk tersebut. Hal ini menjadikan sernakin pesatnya pertumbuhan kegiatan perdagangan antara timur dan barat. Kegiatan perdagangan ini semakin berkembang pesat seiring dengan kemajuan pelayaran di laut tengah. Namun, pihak muslim yang semula menguasai jalur pelayaran di laut tengah kehilangan supremasinya ketika bangsa-bangsa Eropa menempuh rute pelayaran laut tengah secara bebas.
Runtuhnya  DINASTI ABBASIYAH
Ketika itu, selama periode perang salib, panglima dan pasukan muslim telah menunjukkan sikap mereka yang sangat menawan dan bijaksana. Mereka penuh kesabaran dalam berjuang dan gigih dalam pertahanan, pemaaf dan ksatria.
Sementara itu bersamaan dengan periode ini, kekhilafahan Abbasiyah di Bagdad tengah dilanda konflik politik internal. Bahkan ketika kekuasaannya terancam oleh serangan pasukan salib, mereka sama sekali tidak mengambil sikap peduli. Mereka tenang saja di istana Bagdad bermalas-malasan dan boros. Pola kehidupan sang khalifah yang demikian ini berlangsung terus-menerus sampai Bagdad ditundukkan oleh Hulagu Khan, cucu Jenghis Khan. Hulagu dengan sangat mudah menghancurkan kota Bagdad dan membunuh Khalifah Abbasiyah yang terakhir, yakni al-Musta’sim. peristiwa ini terjadi pada tahun 1258 M. yang menandai akhir masa kekuasaan dinasti Abbasiyah.
Sumber: Prof. K Ali, A study of Islamic History, versi terjemahan “Sejarah Islam (Tarikh Pramodern)”, PT RajaGrafindo Persada, 1996, Jakarta.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Cara Menanam Padi Unik Ini Hanya Di Jepang

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

ShareThis