Share from aidil heryana fb
Sungguh sebuah karunia yang luar biasa bagi saya bisa bertemu dengan
seorang yang memiliki pribadi dan kisah menakjubkan. Dialah Houtman
Zainal Arifin, seorang pedagang asongan, anak jalanan, Office Boy yang
kemudian menjadi Vice President Citibank di Indonesia. Sebuah jabatan
Nomor 1 di Indonesia karena Presiden Direktur Citibank sendiri berada
di USA.
Tepatnya 10 Juni 2010, saya berkesempatan bertemu pak Houtman. Kala
itu saya sedang mengikuti training leadership yang diadakan oleh
kantor saya, Bank Syariah Mandiri di Hotel Treva International,
Jakarta. Selama satu minggu saya memperoleh pelatihan yang luar biasa
mencerahkan, salah satu nya saya peroleh dari Pak Houtman. Berikut
kisah inspirasinya:
Sekitar tahun 60an Houtman memulai karirnya sebagai perantau,
berangkat dari desa ke jalanan Ibukota. Merantau dari kampung dengan
penuh impian dan harapan, Houtman remaja berangkat ke Jakarta. Di
Jakarta ternyata Houtman harus menerima kenyataan bahwa kehidupan
ibukota ternyata sangat keras dan tidak mudah. Tidak ada pilihan bagi
seorang lulusan SMA di Jakarta, pekerjaan tidak mudah diperoleh.
Houtman pun memilih bertahan hidup dengan profesi sebagai pedagang
asongan, dari jalan raya ke kolong jembatan kemudian ke lampu merah
menjajakan dagangannya.
Tetapi kondisi seperti ini tidak membuat Houtman kehilangan cita-cita
dan impian. Suatu ketika Houtman beristirahat di sebuah kolong
jembatan, dia memperhatikan kendaran-kendaraan mewah yang berseliweran
di jalan Jakarta. Para penumpang mobil tersebut berpakaian rapih,
keren dan berdasi. Houtman remaja pun ingin seperti mereka,
mengendarai kendaraan berpendingin, berpakaian necis dan tentu saja
memiliki uang yang banyak. Saat itu juga Houtman menggantungkan
cita-citanya setinggi langit, sebuah cita-cita dan tekad diazamkan
dalam hatinya.
Azam atau tekad yang kuat dari Houtman telah membuatnya ingin segera
merubah nasib. Tanpa menunggu waktu lama Houtman segera memulai
mengirimkan lamaran kerja ke setiap gedung bertingkat yang dia
ketahui. Bila ada gedung yang menurutnya bagus maka pasti dengan
segera dikirimkannya sebuah lamaran kerja. Houtman menyisihkan setiap
keuntungan yang diperolehnya dari berdagang asongan digunakan untuk
membiayai lamaran kerja.
Sampai suatu saat Houtman mendapat panggilan kerja dari sebuah
perusahaan yang sangat terkenal dan terkemuka di Dunia, The First
National City Bank (citibank), sebuah bank bonafid dari USA. Houtman
pun diterima bekerja sebagai seorang Office Boy. Sebuah jabatan paling
dasar, paling bawah dalam sebuah hierarki organisasi dengan tugas
utama membersihkan ruangan kantor, wc, ruang kerja dan ruangan
lainnya.
Tapi Houtman tetap bangga dengan jabatannya, dia tidak menampik
pekerjaan. Diterimanyalah jabatan tersebut dengan sebuah cita-cita
yang tinggi. Houtman percaya bahwa nasib akan berubah sehingga tanpa
disadarinya Houtman telah membuka pintu masa depan menjadi orang yang
berbeda.
Sebagai Office Boy Houtman selalu mengerjakan tugas dan pekerjaannya
dengan baik. Terkadang dia rela membantu para staf dengan sukarela.
Selepas sore saat seluruh pekerjaan telah usai Houtman berusaha
menambah pengetahuan dengan bertanya tanya kepada para pegawai. Dia
bertanya mengenai istilah istilah bank yang rumit, walaupun terkadang
saat bertanya dia menjadi bahan tertawaan atau sang staf mengernyitkan
dahinya. Mungkin dalam benak pegawai ”ngapain nih OB nanya-nanya
istilah bank segala, kayak ngerti aja”. Sampai akhirnya Houtman
sedikit demi sedikit familiar dengan dengan istilah bank seperti
Letter of Credit, Bank Garansi, Transfer, Kliring, dll.
Suatu saat Houtman tertegun dengan sebuah mesin yang dapat
menduplikasi dokumen (saat ini dikenal dengan mesin photo copy).
Ketika itu mesin foto kopi sangatlah langka, hanya perusahaan
perusahaan tertentu lah yang memiliki mesin tersebut dan diperlukan
seorang petugas khusus untuk mengoperasikannya. Setiap selesai
pekerjaan setelah jam 4 sore Houtman sering mengunjungi mesin tersebut
dan minta kepada petugas foto kopi untuk mengajarinya. Houtman pun
akhirnya mahir mengoperasikan mesin foto kopi, dan tanpa di sadarinya
pintu pertama masa depan terbuka. Pada suatu hari petugas mesin foto
kopi itu berhalangan dan praktis hanya Houtman yang bisa
menggantikannya, sejak itu pula Houtman resmi naik jabatan dari OB
sebagai Tukang Foto Kopi.
Menjadi tukang foto kopi merupakan sebuah prestasi bagi Houtman,
tetapi Houtman tidak cepat berpuas diri. Disela-sela kesibukannya
Houtman terus menambah pengetahuan dan minat akan bidang lain. Houtman
tertegun melihat salah seorang staf memiliki setumpuk pekerjaan di
mejanya. Houtman pun menawarkan bantuan kepada staf tersebut hingga
membuat sang staf tertegun. “bener nih lo mo mau bantuin gua” begitu
Houtman mengenang ucapan sang staff dulu. “iya bener saya mau bantu,
sekalian nambah ilmu” begitu Houtman menjawab. “Tapi hati-hati ya ngga
boleh salah, kalau salah tanggungjawab lo, bisa dipecat lo”, sang
staff mewanti-wanti dengan keras. Akhirnya Houtman diberi setumpuk
dokumen, tugas dia adalah membubuhkan stempel pada Cek, Bilyet Giro
dan dokumen lainnya pada kolom tertentu. Stempel tersebut harus berada
di dalam kolom tidak boleh menyimpang atau keluar kolom. Alhasil
Houtman membutuhkan waktu berjam-jam untuk menyelesaikan pekerjaan
tersebut karena dia sangat berhati-hati sekali. Selama mengerjakan
tugas tersebut Houtman tidak sekedar mencap, tapi dia membaca dan
mempelajari dokumen yang ada. Akibatnya Houtman sedikit demi sedikit
memahami berbagai istilah dan teknis perbankan. Kelak pengetahuannya
ini membawa Houtman kepada jabatan yang tidak pernah diduganya.
Houtman cepat menguasai berbagai pekerjaan yang diberikan dan selalu
mengerjakan seluruh tugasnya dengan baik. Dia pun ringan tangan untuk
membantu orang lain, para staff dan atasannya. Sehingga para staff pun
tidak segan untuk membagi ilmu kepadanya. Sampai suatu saat pejabat di
Citibank mengangkatnya menjadi pegawai bank karena prestasi dan
kompetensi yang dimilikinya, padahal Houtman hanyalah lulusan SMA.
Peristiwa pengangkatan Houtman menjadi pegawai Bank menjadi berita
luar biasa heboh dan kontroversial. Bagaimana bisa seorang OB menjadi
staff, bahkan rekan sesama OB mencibir Houtman sebagai orang yang
tidak konsisten. Houtman dianggap tidak konsisten dengan tugasnya,
“jika masuk OB, ya pensiun harus OB juga” begitu rekan sesama OB
menggugat.
Houtman tidak patah semangat, dicibir teman-teman bahkan rekan sesama
staf pun tidak membuat goyah. Houtman terus mengasah keterampilan dan
berbagi membantu rekan kerjanya yang lain. Hanya membantulah yang bisa
diberikan oleh Houtman, karena materi tidak ia miliki. Houtman tidak
pernah lama dalam memegang suatu jabatan, sama seperti ketika menjadi
OB yang haus akan ilmu baru. Houtman selalu mencoba tantangan dan
pekerjaan baru. Sehingga karir Houtman melesat bak panah meninggalkan
rekan sesama OB bahkan staff yang mengajarinya tentang istilah bank.
19 tahun kemudian sejak Houtman masuk sebagai Office Boy di The First
National City Bank, Houtman mencapai jabatan tertingginya yaitu Vice
President. Sebuah jabatan puncak citibank di Indonesia. Jabatan
tertinggi citibank sendiri berada di USA yaitu Presiden Director yang
tidak mungkin dijabat oleh orang Indonesia.
Sampai dengan saat ini belum ada yang mampu memecahkan rekor Houtman
masuk sebagai OB pensiun sebagai Vice President, dan hanya
berpendidikan SMA. Houtman pun kini pensiun dengan berbagai jabatan
pernah diembannya, menjadi staf ahli citibank asia pasifik, menjadi
penasehat keuangan salah satu gubernur, menjabat CEO di berbagai
perusahaan dan menjadi inspirator bagi banyak orang .
sumber :
http://www.mistervicks.multiply.com/
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4600444
Kisah Nyata!!! Seorang OB menjadi Vice President Citibank
16.51 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar