Kisah nyata ini bisa membuat kita bersemangat dalam mengahadapi bebagai tekanan yg bisa sewaktu-waktu menimpa kita...
Bangkit Berkat Mimpi
TEMPO Interaktif, Jakarta
Bau khas rumah sakit ini sudah menjadi menu hidupku selam hampir dua tahun ini. Selama itu jugalah aku ada di sini. Kamar ini seolah jadi saksi menyusutnya badanku, bergugurannya rambutku, panasnya kulit ini terbakar, muntahan-muntahan dari mulutku, juga muntahan kemarahanku atas hidup yang sudah tidak bisa lagi kulihat sisi indahnya.
Begitulah sepenggal paragraf yang membuka cerita di novel Kamu Sekuat Aku. Kisah novel itu merupakan pengalaman pribadi Ashni Nurseptyani Sastrosubroto sebagai penderita leukemia. "Peristiwa dan tempatnya sama, hanya nama yang disamarkan," katanya saat ditemui di Resto Never Been Better, Kemang, Jakarta Selatan, Rabu lalu.
Novel ini merupakan kumpulan catatan harian Achie, begitu dia disapa, ketika bergelut dengan penyakit kanker darah putih itu selama satu setengah tahun. Ia tak pernah membayangkan bakal menderita penyakit ini. "Keluarga saya tak pernah ada yang menderitanya," ujarnya.
Awal penderitaannya muncul saat menjalani kesibukan sebagai mahasiswa Desain Komunikasi Visual Institut Teknologi Bandung. Pada tahun ketiga kuliah itulah gadis kelahiran Bandung, 1 September, 25 tahun lalu ini merasakan tubuhnya lemas dan mengalami demam tinggi selama tiga hari. "Awalnya diprediksi demam berdarah," katanya.
Putri pasangan Ashwin Sasongko dan Yannie Yuliani ini lalu dibawa ke Rumah Sakit Borromeus Bandung. "Kala itu bertepatan dengan libur nasional," Achie mengenang. Sehingga ia hanya diperiksa oleh dokter jaga di Unit Gawat Darurat. Achie langsung diopname. Esok harinya, dokter spesialis memvonisnya menderita leukemia.
Ashwin tak begitu yakin. Dia lantas membawa putri sulungnya itu ke Rumah Sakit di Singapura. Achie tetap dinilai positif mengidap leukemia, bahkan dokter di Singapura memprediksi umurnya tinggal tiga pekan lagi. Perihal diagnosis ini diketahui Achie dari ibunya setelah sembuh. "Saat itu saya tidak tahu penyakit apa yang ada dalam tubuh ini," katanya. Dokter meminta Achie dirawat di rumah sakit.
Sejak itu hari-hari Achie berkutat dengan kemoterapi, macam-macam obat, dan kursi roda. Gadis bertinggi badan 157 sentimeter dan berat 40 kilogram ini makin kurus. "Berat badan saya turun menjadi 28 kilogram," katanya. Rambutnya rontok hingga kepalanya botak.
"Seluruh tulang rasanya ngilu," katanya. Selain fisik, Achie mengalami tekanan batin yang dahsyat. Apalagi kekasihnya tak lagi mencintainya. "Sejak aku botak, pacarku pergi," katanya.
Achie sempat marah kepada Tuhan. "Saya tak mau salat," katanya. Dia protes, kenapa Tuhan memberikan penyakit ganas ini. Kondisi psikologinya memperburuk kesehatannya. "Saya tidak nafsu makan, setiap makan pasti muntah," ujarnya.
Selama 1,5 tahun dia harus bolak-balik ke Singapura. "Saya kemoterapi 2-3 kali seminggu," katanya. Keterpurukan jiwa Achie juga berlangsung lama. Apalagi dia merasa menjadi beban orang tuanya. "Mobil kesayangan ibu dijual," ucapnya. Dia pernah merasa terpukul ketika ibunya harus menggendong tubuhnya yang ringkih naik tiga lantai. "Saya benar-benar tidak berdaya," katanya.
Namun semangat yang diberikan orang tua, adiknya, serta sahabat membuat Achie perlahan-lahan bangkit. Peristiwa yang tak pernah dilupakan dan memberi daya bangkit luar biasa ketika paru-paru Achie banyak terisi air. Dalam kondisi tidak sadar, Achie bermimpi bertemu dengan sosok besar berjubah hitam. Sosok itu menunjukkan dua pintu kepada Achie.
Pintu di sebelah kirinya dibuka. Achie melihat seseorang yang kulitnya mengelupas dan meminta tolong kepadanya. Pintu itu segera ditutup oleh si sosok besar itu. Achie beralih ke pintu sebelah kanan. Setelah pintu dibuka, Achie tersadar. Dia terbangun oleh suara ayahnya lewat ponsel yang ditaruh di dekat telinganya. "Achie pasti sembuh, Ayah segera datang ke sana," begitu suara sang ayah seperti dituturkan Achie.
Mimpi itu sangat mendalam bagi Achie. Tuhan masih memberi dia kesempatan hidup, tapi kenapa dia tidak bersemangat untuk mempertahankannya. Dari peristiwa itu, ia jadi lebih optimistis. Rasa percaya diri ini membuat kondisinya membaik. "Saya mulai bisa makan," katanya. Dan puncaknya adalah Desember dua tahun lalu ketika dokter menilai tak ada lagi sel kanker dalam tubuh Achie.
Selain kesembuhan, Achie mendapat kekasih baru. Derita yang dialaminya membukakan jalan pertemuan dia dan kekasihnya. "Dia sangat perhatian ketika saya sedang sakit parah," katanya.
Meski sembuh, kondisi kesehatan Achie tak sebaik manusia normal. Dia tetap menghindari capek berlebihan dan makan sembarangan. Menurut Achie, kekebalan tubuh bekas penderita leukemia tidak sebaik orang sehat. Maka, jika dia makan sembarangan, dikhawatirkan ada bakteri yang masuk dan tubuhnya kurang kebal. "Saya juga menghindari penyebab sesak napas," katanya.
Setelah sembuh, ia kembali kuliah. Beruntung, nilainya bagus sehingga dia hanya melanjutkan mata kuliah yang belum diambilnya. Keinginan segera lulus amat terpatri karena Achie bertekad menjadi teladan yang baik buat adik-adiknya. Akhirnya hari yang ditunggu datang juga. Agustus tahun lalu, Achie diwisuda.
Setelah tamat, Achie memilih melamar kerja. Namun pekerjaan pilihannya tidak berhubungan dengan bidang yang ditekuni. "Saya lebih suka marketing," katanya.
Achie memilih bekerja di perusahaan customer goods. Namun jiwa Achie yang bebas tak menyukai pekerjaan kantoran. "Saya kurang betah," katanya. Akhirnya Achie bekerja sama dengan dua rekan kampusnya mendirikan perusahaan PT Triple A Khatulistiwa, yang bergerak dalam bisnis kuliner. "Saya memilih jadi pengusaha saja," ujarnya. Pengalaman berorganisasi Achie di Keluarga Mahasiswa ITB membantunya berbisnis.
Selain bekerja, Achie tetap meluangkan waktunya aktif di Cancer Buster Community, komunitas bekas penderita kanker. Tujuan organisasi ini memberi dan menyebarkan semangat bangkit kepada pengidap kanker. "Ini adalah balas budi karena dulu saya juga diberi semangat oleh mereka," katanya. Achie berharap, melalui bukunya, penderita kanker memiliki semangat melawan penyakitnya. "Let's fight cancer," ujarnya.
Akbar Tri Kurniawan
Biodata :
Nama : Ashni Nurseptiyani Sastrosubroto
Panggilan : Achie
Kelahiran : Bandung, 1 September 1986
Orang tua : Ashwin Sasongko dan Yannie Yuliani
Status : Sulung dari lima bersaudara
Pekerjaan : Pengusaha kuliner dan penulis buku
Pendidikan:
SMA 5 Bandung (2001-2004)
Desain Komunikasi Visual Institut Teknologi Bandung (2004-2010)
Buku :
Kamu Sekuat Aku
Bangkit Berkat Mimpi
17.04 |
Label:
True Story
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar