Kisah tentang munculnya “pasukan lain” yang ikut bertempur bersama para
 mujahidin, semerbak harum jasad para syuhada, serta beberapa peristiwa 
“aneh” lainnya selama pertempuran, telah beredar di kalangan masyarakat 
Gaza, ditulis para jurnahs, bahkan disiarkan para khatib Palestina di 
khutbah-khutbah Jumat mereka.
Berikut ini adalah rangkuman kisah-kisah “ajaib” tersebut dari berbagai sumber untuk kita ingat dan renungkan.
Pasukan "Berseragam Putih" di Gaza
Ada “pasukan lain” membantu para mujahidin Palestina. Pasukan Israel sendiri mengakui adanya pasukan berseragam putih itu.
Suatu hari di penghujung Januari 2009, sebuah rumah milik keluarga 
Dardunah yang berada di antara Jabal Al Kasyif dan Jabal Ar Rais, 
tepatnya di jalan Al Qaram, didatangi oleh sekelompok pasukan Israel.
Seluruh anggota keluarga diperintahkan duduk di sebuah ruangan. Salah 
satu anak laki-laki diinterogasi mengenai ciri-ciri para pejuang 
al-Qassam.
Saat diinterogasi, sebagaimana ditulis situs Filisthin Al Aan 
(25/1/2009), mengutip cerita seorang mujahidin al-Qassam, laki-laki itu 
menjawab dengan jujur bahwa para pejuang al-Qassam mengenakan baju 
hitam-hitam. Akan tetapi tentara itu malah marah dan memukulnya hingga 
laki-laki malang itu pingsan.
Selama tiga hari berturut-turut, setiap ditanya, laki-laki itu menjawab 
bahwa para pejuang al-Qassam memakai seragam hitam. Akhirnya, tentara 
itu naik pitam dan mengatakan dengan keras, “Wahai pembohong! Mereka itu
 berseragam putih!”
Cerita lain yang disampaikan penduduk Palestina di situs milik Brigade 
Izzuddin al-Qassam, Multaqa al-Qasami, juga menyebutkan adanya “pasukan 
lain” yang tidak dikenal. Awalnya, sebuah ambulan dihentikan oleh 
sekelompok pasukan Israel. Sopirnya ditanya apakah dia berasal dari 
kelompok Hamas atau Fatah? Sopir malang itu menjawab, “Saya bukan 
kelompok mana-mana. Saya cuma sopir ambulan.”
Akan tetapi tentara Israel itu masih bertanya, “Pasukan yang berpakaian 
putih-putih dibelakangmu tadi, masuk kelompok mana?” Si sopir pun 
kebingungan, karena ia tidak melihat seorangpun yang berada di 
belakangnya. “Saya tidak tahu,” jawaban satu-satunya yang ia miliki.
Saksi Serdadu Israel
Cerita tentang “serdadu berseragam putih” tak hanya diungkap oleh 
mujahidin Palestina atau warga Gaza. Beberapa personel pasukan Israel 
sendiri menyatakan hal serupa.
Situs al-Qassam memberitakan bahwa TV Channel 10 milik Israel telah 
menyiarkan seorang anggota pasukan yang ikut serta dalam pertempuran 
Gaza dan kembali dalam keadaan buta.
“Ketika saya berada di Gaza, seorang tentara berpakaian putih mendatangi
 saya dan menaburkan pasir di mata saya, hingga saat itu juga saya 
buta,” kata anggota pasukan ini.
Di tempat lain ada serdadu Israel yang mengatakan mereka pernah 
berhadapan dengan “hantu”. Mereka tidak diketahui dari mana asalnya, 
kapan munculnya, dan ke mana menghilangnya.
Masih dari Channel 10, seorang Lentara Israel lainnya mengatakan, “Kami 
berhadapan dengan pasukan berbaju putih-putih dengan jenggot panjang. 
Kami tembak dengan senjata, akan tetapi mereka tidak mati.”
Selamat Dengan al-Qur’an
Cerita ini bermula ketika salah seorang pejuang yang menderita luka 
memasuki rumah sakit As Syifa’. Seorang dokter yang memeriksanya kaget 
ketika mengelahui ada sepotong proyektil peluru bersarang di saku 
pejuang tersebut.
Yang membuat ia sangat kaget adalah timah panas itu gagal menembus 
jantung sang pejuang karena terhalang oleh sebuah buku doa dan mushaf 
al-Qur’an yang selalu berada di saku sang pejuang.
Buku kumpulun doa itu berlobang, namun hanya sampul muka mushaf itu saja
 yang rusak, sedangkan proyektil sendiri bentuknya sudah “berantakan”.
Kisah ini disaksikan sendiri oleh Dr Hisam Az Zaghah, dan diceritakannya
 saat Festival Ikatan Dokter Yordan sebagaimana ditulis situs partai Al 
Ikhwan Al Muslimun (23/1/2009).
Dr. Hisam juga memperlihatkan bukti berupa sebuah proyektil peluru, 
mushaf Al Qur’an, serta buku kumpulan doa-doa berjudul Hishnul Muslim 
yang menahan peluru tersebut.
Abu Ahid, imam Masjid AnNur di Hay As Syeikh Ridzwan, juga punya kisah 
menarik. Sebelumnya, Israel telah menembakkan 3 rudalnya ke masjid itu 
hingga tidak tersisa kecuali hanya puing-puing bangunan. “Akan tetapi 
mushaf-mushaf Al Quran tetap berada di tampatnya dan tidak tersentuh 
apa-apa,” ucapnya seraya tak henti bertasbih.
“Kami temui beberapa mushaf yang terbuka tepat di ayat-ayat yang 
mengabarkan tentang kemenangan dan kesabaran, seperti firman Allah, ‘Dan
 Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, 
kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira 
kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa 
musibah mereka berkata, sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah 
kami kembali,”(Al-Baqarah [2]: 155-156),” jelas Abu Ahid sebagaimana 
dikutip Islam Online (15/1/2009).
Harum Jasad Para Syuhada
Abdullah As Shani adalah anggota kesatuan sniper (penembak jitu) 
al-Qassam yang menjadi sasaran rudal pesawat F-16 Israel ketika sedang 
berada di pos keamanan di Nashirat, Gaza.
Jasad komandan lapangan al-Qassam dan pengawal khusus para tokoh Hamas 
ini “hilang” setelah terkena rudal. Selama dua hari jasad tersebut 
dicari, ternyata sudah hancur tak tersisa kecuali serpihan kepala dan 
dagunya. Serpihan-serpihan tubuh itu kemudian dikumpulkan dan dibawa 
pulang ke rumah oleh keluarganya untuk dimakamkan.
Sebelum dikebumikan, sebagaimana dirilis situs syiria-aleppo. com 
(24/1/2009), serpihan jasad tersebut sempat disemayamkan di sebuah 
ruangan di rumah keluarganya. Beberapa lama kemudian, mendadak muncul 
bau harum misk dari ruangan penyimpanan serpihan tubuh tadi.
Keluarga Abdullah As Shani’ terkejut lalu memberitahukan kepada 
orang-orang yang mengenal sang pejuang yang memiliki kuniyah (julukan) 
Abu Hamzah ini.
Lalu, puluhan orang ramai-ramai mendatangi rumah tersebut untuk mencium 
bau harum yang berasal dari serpihan-serpihan tubuh yang diletakkan 
dalam sebuah kantong plastik.
Bahkan, menurut pihak keluarga, 20 hari setelah wafatnya pria yang tak 
suka menampakkan amalan-amalannya ini, bau harum itu kembali semerbak 
memenuhi rungan yang sama.
Cerita yang sama terjadi juga pada jenazah Musa Hasan Abu Nar, mujahid 
Al Qassam yang juga syahid karena serangan udara Israel di Nashiriyah. 
Dr Abdurrahman Al Jamal, penulis yang bermukim di Gaza, ikut mencium bau
 harum dari sepotong kain yang terkena darah Musa Hasan Abu Nar. Walau 
kain itu telah dicuci berkali-kali, bau itu tetap semerbak.
Dua Pekan Wafat, Darah Tetap Mengalir
Yasir Ali Ukasyah sengaja pergi ke Gaza dalam rangka bergabung dengan 
sayap milisi pejuang Hamas, Brigade Izzuddin al-Qassam. Ia meninggalkan 
Mesir setelah gerbang Rafah, yang menghubungkan Mesir-Gaza, terbuka 
beberapa bulan lalu.
Sebelumnya, pemuda yang gemar menghafal al-Qur’an ini sempat mengikuti 
wisuda huffadz (para penghafal) al-Qur’an di Gaza dan bergabung dengan 
para mujahidin untuk memperoleh pelatihan militer. Sebelum masuk Gaza, 
di pertemuan akhir dengan salah satu sahabatnya di Rafah, ia meminta 
didoakan agar memperoleh kesyahidan.
Untung tak dapat ditolak, malang tak dapat diraih, di bumi jihad Gaza, 
ia telah memperoleh apa yang ia cita-citakan. Yasir syahid dalam sebuah 
pertempuran dengan pasukan Israel di kamp pengungsian Jabaliya.
Karena kondisi medan, jasadnya baru bisa dievakuasi setelah dua pekan wafatnya di medan pertempuran tersebut.
Walau sudah dua pekan meninggal, para pejuang yang ikut serta melakukan 
evakuasi menyaksikan bahwa darah segar pemuda berumur 21 tahun itu masih
 mengalir dan fisiknya tidak rusak. Kondisinya mirip seperti orang yang 
sedang tertidur.
Sebelum syahid, para pejuang pernah menawarkan kepadanya untuk menikah 
dengan salah satu gadis Palestina, namun ia menolak. “Saya meninggalkan 
keluarga dan tanah air dikarenakan hal yang lebih besar dari itu,” 
jawabnya.
Terbunuh 1.000, Lahir 3.000
Hilang seribu, tumbuh tiga ribu. Sepertinya, ungkapan ini cocok 
disematkan kepada penduduk Gaza. Kesedihan rakyat Gaza atas hilangnya 
nyawa 1.412 putra putrinya, terobati dengan lahirnya 3.700 bayi selama 
22 hari gempuran Israel terhadap kota kecil ini.
Hamam Nisman, Direktur Dinas Hubungan Sosial dalam Kementerian Kesehatan
 pemerintahan Gaza menyatakan bahwa dalam 22 hari 3.700 bayi lahir di 
Gaza. “Mereka lahir antara tanggal 27 Desember 2008 hingga 17 Januari 
2009, ketika Israel melakukan serangan yang menyebabkan meninggalnya 
1.412 rakyat Gaza, yang mayoritas wanita dan anak-anak,” katanya.
Bulan Januari tercatat sebagai angka kelahiran tertinggi dibanding 
bulan-bulan sebelumnya. “Setiap tahun 50 ribu kasus kelahiran tercatat 
di Gaza. Dan, dalam satu bulan tercatat 3.000 hingga 4.000 kelahiran. 
Akan tetapi di masa serangan Israel 22 hari, kami mencatat 3.700 
kelahiran dan pada sisa bulan Januari tercatat 1.300 kelahiran. Berarti 
dalam bulan Januari terjadi peningkatan kelahiran hingga 1.000 kasus.
Rasio antara kematian dan kelahiran di Gaza memang tidak sama. Angka 
kelahiran, jelasnya lagi, mencapai 50 ribu tiap tahun, sedang kematian 
mencapai 5 ribu.
“Israel sengaja membunuh para wanita dan anak-anak untuk menghapus masa 
depan Gaza. Sebanyak 440 anak-anak dan 110 wanita telah dibunuh dan 
2.000 anak serta 1.000 wanita mengalami luka-luka.