Situasi Perang Trunojoyo dan Suropati di Madiun
Pada tahun 1676
terjadi pemberontakan Trunojoyo terhadap Amangkurat I di Mataram yang
bekerjasama dengan VOC. Trunojoyo, pangeran dari Madura ini banyak
mendapat dukungan dari berbagai kalangan. Setelah berhasil menguasai
hampir separoh wilayah Mataram, pasukan Trunojoyo menyerbu istana
Mataram di Plered dan berhasil menguasai Mataram, hingga Sri Susuhunan
Amangkurat I harus menyingkir ke barat, sampai di Tegalwangi dan
meninggal di sana (terkenal dengan Sunan Tegalarum), menggantikan
ayahnya Pangeran Adipati Anom bergelar Susuhunan Amangkurat II, segera
bersekutu dengan VOC untuk memberantas Pasukan Trunojoyo. Akhirnya tahun
27 Desember 1679, Benteng pertahanan terakhir Trunojoyo dikepung 3000
prajurit VOC, Aru Palaka (Makassar) dan Mataram, Trunojoyo menyerah di
lereng Gunung Kelud.
Pada waktu perang Trunojoyo ini, Madiun di
bawah Bupati Kyai Irodikromo atau Pangeran Adipati Balitar (1645-1677)
kemudian digantikan putranya Pangeran Tumenggung Balitar Tumapel
(1677-1703). Menurut catatan VOC , dalam perang ini rakyat Madiun
bersikap statis walaupun dalam hatinya mereka lebih memihak perjuangan
Trunojoyo melawan Susuhunan Amangkurat II yang bersekutu dengan VOC.
Dukungan rakyat Madiun terhadap Trunojoyo hanya berupa dukungan moral
dan logistik pada pasukan Trunojoyo yang berlindung di wilayah Madiun.
Tanggal
5 Nopember 1678, pasukan Amangkurat II dengan jumlah besar yang terdiri
dari Prajurit Makassar, Malaya, Ambon dan juga Jawa setelah singgah di
Desa Klagen Gambiran kemudian berkemah di pinggir Kali Madiun di Desa
Kajang. Disini pasukan Belanda dibawah Kapten Tack bergabung. Hari
berikutnya mereka meneruskan pengejaran terhadap Trunojoyo ke timur, di
Desa Tungkur (saradan) Pasukan Trunojoyo mengadakan perlawanan sengit
hingga pasukan Mataram terpaksa bermalam di Caruban.
Tanggal 17
Nopember 1678 , pasukan gabungan ini menyeberangi sungai Brantas untuk
masuk ke wilayah pertahanan Trunojoyo di Kediri.
PERANG SUROPATI
Untung
Suropati adalah pelarian dari Banten, karena telah menghancurkan
Pasukan Kuffeler yang akan menjemput Pangeran Purbaya untuk dibawa ke
Benteng Tanjungpura. Maka Untung Suropati menjadi buronan Kompeni
Belanda. Kemudian Untung Suropati pergi ke barat sambil mengantar istri
Pangeran Purbaya ”Gusik Kusuma” pulang ke Kartasura. Di Kartasura
Suropati di terima baik oleh Sri Susuhunan Amangkurat II. Pebruari 1686
Kapten Francois Tack terbunuh oleh Suropati di halaman istana Kartasura,
ketika tentara VOC akan menangkap Suropati. Karena takut pada VOC,
Amangkurat II merestui Suropati yang di bantu Patih Nerangkusuma (ayah
Gusik Kusuma) pergi ke timur untuk merebut Kabupaten Pasuruan (Bupati
Anggajaya). Dalam hal ini rakyat Madiun mendukung Untung Surapati baik
berupa harta-benda maupu bantuan prajurit Madiun. Maka VOC mendapat
hambatan yang serius ketika melakukan pengejaran Pasukan Surapati ke
timur melewati wilayah Madiun. Maka dengan demikian secara langsung
Madiun ikut berperang melawan Kompeni Belanda, banyak pemimpin Madiun
yang menjadi senopati perang melawan tentara VOC, diantaranya Sindurejo
(kemudian menetap di Ponorogo), Singoyudo kemudian menetap dan menjadi
cikal bakal Desa Candi, Bagi Kecamatan Sawahan. Pertempuran di Madiun
banyak memakan korban pihak tentara VOC yang pimpin Kapten Zaz.
Tahun
1703 sepeninggal Sri Susuhunan Amangkurat II, terjadi perang suksesi
Jawa I (1704-1708), yaitu perang perebutan kekuasaan Kartasura antara
Amangkurat III (Sunan Mas) dengan pamannya yaitu, Pangeran Puger.
Pangeran Puger kemudian pergi ke Semarang, beliau disana diangkat
sebagai Susuhunan oleh para bangsawan dan Pemerintah Belanda.
Bupati
Madiun Pangeran Tumenggung Balitar Tumapel wafat karena usia tua, putri
sulungnya Raden Ayu Puger menggantikan kedudukan Bupati Madiun, beliau
juga membantu mengirim prajurit-prajurit Madiun untuk membantu
perjuangan Suropati. Tahun 11 September 1705 suami Bupati Madiun,
Pangeran Puger memasuki istana Kartasura, dinobatkan menjadi raja
Mataram Kartasura dengan gelar Sri Susuhunan Paku Buwono I, tentunya
Raden Ayu Puger mengikuti suaminya bertahta di Kartasura, sebagai
penggantinya ditunjuklah saudaranya bernama Pangeran Harya Balitar
menjadi Bupati Madiun. Pada saat itu perang Surapati beralih ke timur,
di Pasuruan yang telah di rebut Untung Surapati dan menduduki tahta
Bupati Pasuruan dengan gelar Tumenggung Wiranegara. Untuk mengurangi
jatuhnya korban, Susuhunan Paku Buwono I memerintahkan Kabupaten Madiun
untuk menghentikan perlawanan. Namun sudah terlanjur banyak korban dari
Madiun, diantaranya Kyai Ronggo Pamagetan, Tumenggung Surobroto, dan
Pangeran Mangkunegara dari Caruban.
Tahun 1705 Pangeran Sunan Mas (Amangkurat III) diusir dari istana Kartasura dan bergabung dengan Untung Surapati di Pasuruan.
Tahun
1706 terjadi pertempuran hebat di Bangil, akhirnya Benteng Surapati
dapat dihancurkan prajurit gabungan, Untung Surapati tewas tanggal 17
Oktober 1706. Peperangan masih dilanjutkan oleh putra Suropati yaitu
Raden Pengantin, Surapati dan Suradilaga yang di bantu prajurit dari
Bali sampai tahun 1708, yang akhirnya banyak melarikan diri bergabung
dengan Bupati Jayapuspita di Surabaya, Amangkurat III tertangkap dan di
buang ke Srilangka. Setelah perang selesai, iring-iringan prajurit
gabungan Kartasura dan VOC kembali melalui Kertosono, Caruban, Madiun,
Ponorogo, Kedawung dan sampai di Kartasura.
Setelah perang
Trunojoyo dan Suropati, selama hampir 40 tahun keadaan Madiun aman dan
tentram, VOC tidak mau ikut campur urusan pemerintahan di Kabupaten
Madiun. Bupati yang berkuasa pada waktu itu adalah Pangeran Harya
Balitar, dilanjutkan Tumenggung Surowijoyo dan Pangeran Mangkudipuro
hingga sampai masa Palihan Nagari.
Beberapa peperangan yang terjadi di Madiun jaman kolonial
11.43 |
Label:
I Love Madiun
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar